Kamis, 21 Juni 2012

AT TAJARRUD

Buletin Gema At-Taqwa (Jumat, 22 Juni 2012)
oleh  : Sugino Abdurrahman, S.Pd.I.
Ketua PD Ikatan Da’i Indonesia (IKADI) Kota Cirebon

Makna Tajarrud Menurut Syar’iy
Tajarrud menurut syar’iy berarti memfokuskan diri hanya karena Allah, meniadakan orientasi kepada siapapun dan apapun selain-Nya. Hendaknya gerak dan diam dalam sembunyi dan terang hanya dilakukan karena Allah, tidak ada intervensi nafsu, keinginan pribadi, tidak ada motivasi duniawi, kedudukan dan kekuasaan.
Hal ini tidak berarti melepaskan diri dari kehidupan dunia dan keperluannya, bahkan menjadikan dunia sebagai sarana memperoleh balasan di sisi Allah, sebagaimana hadits Rosululloh saw.,  yang artinya; ”Dan pada kemaluan salah seorang di antaramu terdapat sedekah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, seseorang menyalurkan syahwatnya dan dia mendapatkan pahala? Jawab Nabi: Bukankah jika ia menyalurkan di jalan haram mendapatkan dosa, maka demikianlah jika ia menyalurkan dengan halal maka ia mendapatkan pahala” (HR. Muslim). ”Sesungguhnya tidak satupun yang kamu infakkan karena mengharapkan Allah, pasti kamu akan mendapatkan pahala, termasuk yang kamu infakkan di mulut isterimu” (HR. Al Bukhari)
Dan Allah SWT., berfirman yang artinya: ”Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya Kami berlepas diri dari pada kamu dari dari pada apa yang kamu sembah selain Allah, Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja” (QS. Al Mumtahanah: 4)
Ayat ini dapat kita pahami muatannya dari beberapa tafsir. Ibrahim as., dan pengikutnya menyatakan lepas dari kaumnya, dan di dalam kaumnya itu terdapat ayahnya, saudara-saudaranya dan keluarganya. Mereka melepaskan hubungan dan menolak agama mereka yang batil, jalan hidup mereka yang sesat, mulai dari penyemabahan berhala, meyakini adanya sekutu bagi Allah, dan sebagainya.
Nabi Ibrahim dan kaumnya menyatakan permusuhan dan kebencian dengan mereka. Nabi Ibrahim dan kaumnya menyatakan dengan bahasa yang tegas dan jelas bahwa permusuhan ini bersifat permanen, sehingga mereka mau beriman kepada Allah saja. Sikap komunitas muslim ini adalah mufashalah (pemutusan) permanen antara mereka dengan kaum kafir dan musyrik. Sikap yang menunjukkan tajarrud mereka yang total kepada Allah SWT.
Demikianlah umat ini–Nabi Ibrahim dan pengikutnya dijadikan sebagai teladan kebaikan bagi orang beriman meskipun berbeda ruang dan waktu. Mereka dapat meneladani sikap mulia ini dalam menghadapi jahiliyah di manapun dan kapan pun mereka berada. Kami ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. (QS. Al Mumtahanah: 4)
Kemudian Allah SWT., menerangkan bahwa kelompok kecil orang beriman ketika meninggalkan kaumnya, berlepas diri dari mereka, segera mengahadapkan diri kepada Allah SWT., dengan berseru yang artinya: "Ya Tuhan Kami hanya kepada Engkaulah Kami bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah Kami bertaubat dan hanya kepada Engkaulah Kami kembali." (QS. Al Mumtahanah: 4)

Ikatan Iman Terkuat
Perlu diketahui dengan yakin bahwa meneladani Nabi Ibrahim dan para pengikutnya tidak hanya berlepas diri dari semua elemen yang bertentangan dengan akidah Islam saja, tetapi perlu meneladani keseluruhan sirah dan pengalaman yang mereka alami ketika merasakan hubungan kekerabatan dengan seluruh cabang dan akarnya. Dengan itu maka akan menjadi cabang atau ranting dari pohon besar yang berakar kuat bercabang lebat, teduh dan rindang, pohon yang ditanaman oleh kaum muslimin pertama – Nabi Ibrahim alaihissalam.
Dari sinilah kita temukan hakikat yang jelas dan gamblang yang dapat kita yakini, yaitu pernyataan permusuhan dan kebencian kepada siapapun yang lebih mengutamakan dunia dari pada akhirat, menolak menyembah Allah, atau mensekutukan Allah dengan apa pun; walaupun yang dimusuhi itu adalah orang yang paling dekat dengan kita seperti ayah, ibu, anak, saudara, keluarga, isteri. Tidak menyisakan ruang kosong bagi perasaan cinta dan belas kasihan kepada mereka selama mereka lebih memilih kufur daripada iman, lebih memilih duniawi dari pada akhirat.
Dapat kami katakan kami tidak akan menyisakan ruang kosong bagi perasaan belas kasihan di dalam hati kami, sehingga kami kehilangan teladan yang telah Allah SWT., perintahkan kepada kami untuk meneladaninya -Nabi Ibrahim as dan para pengikutnya. Allah berfirman yang artinya:
Katakanlah: "Jika bapa-bapa , anak-anak , saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”. (QS. At-Taubah: 24). Rasulullah saw., bersabda: ”Sesungguhnya ikatan Iman yang paling adalah engkau mencintai karena Allah dan membenci karena Allah”.

Cinta dan Benci Karena Allah Bukti  Tajarrud
Ketika hakikat cinta dan benci karena Allah sudah bersemayam dalam jiwa maka hal ini menunjukkan tajarrud yang bersangkutan kepada Allah SWT. Tajarrud ini juga menunjukan keaslian agama pertama, ketika Allah mengutus rasul-Nya, menurunkan kitab suci-Nya. Itulah keikhlasan, seperti yang diterangkan oleh Imam Ibnu Taimiyah rahimahullah, dalam    ungkapannya : ”Prinsip ikhlas ini adalah dasar agama, dan seberapa besar realisasinya maka itulah hakikat agama seseorang. Karenanya Allah mengutus para rasul, menurunkan kitab-kitab, karenanya pula para rasul, berdakwah, berjihad, memerintahkan, dan memotovasi, itulah pusat agama yang semua berputar di atasnya”. Ia juga mengatakan: ”Hati itu jika tidak berpihak menghadap Allah, berpaling dari selain-Nya, maka ia menjadi orang yang mensekutukan (Allah)”. Allah berfirman dalam surat  Ar-Rum : 30-32 yang artinya: ”Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”, ”dengan kembali bertaubat kepada-Nya dan bertakwalah kepada-Nya serta dirikanlah shalat dan janganlah kamu Termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah”, ”Yaitu orang-orang yang memecah-belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka”.
Maka bersemangatlah pada dasar kebaikan dan pemuka semua urusan ini. Sadarilah bahwa kebahagiaan dan kenikmatan agama ini tersimpan dalam keikhlasan dan tajarrud hanya kepada Allah, mencintai-Nya dengan mengikuti rasul-Nya, takut hanya kepada-Nya dengan senantiasa tsabat (kokoh bertahan) di jalan agama-Nya, tidak sedikitpun keluar dari jalan itu, mengharapkan-Nya dengan senantiasa berlomba dalam kebaikan, meraih ridha-Nya dengan senantiasa berdzikir dan mensykuri-Nya, cinta dan benci hanya karena-Nya. Tidak ada makna lain dari kalimat tauhid ” La ilaaha illallah” selain yang kami jelaskan di atas.
Ibnu Qayyim berkata: ”Sesungguhnya setiap orang memiliki sisi untuk melawan perintah dan larangan. Maka menjadi keharusan untuk melepaskan diri dari sifat ini dan istiqamah di atas perintah dan larangan Allah sehingga menjadi manusia yang menghambakan diri kepada Allah, bukan menjadi hamba bagi diri sendiri”.
Hasan Al Banna mengatakan: ”Tajarrud adalah dengan cara membebaskan pikiranmu dari selainnya, baik berupa mabadi (dasar-dasar pemikiran), dan figur. Karena (Islam) adalah fikrah tertinggi, dan terlengkap”. Kemudian ia sebutkan dalam surat Al Baqoroh :138 dan surat Al Mumtahanah : 4 yang artinya: ”Shibghah Allah dan siapakah yang lebih baik shibghahnya dari pada Allah? dan hanya kepada-Nya-lah Kami menyembah”. (QS. Al Baqarah:138). ”Sesungguhnya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia” (QS. AL Mumtahanah: 4).
Marilah kita hindari jahiliyah yang ada sekarang ini, kita lawan karena Allah. Agar kita dapat tajarrud  hanya kepada-Nya. Allah SWT., berfirman yang artinya: ”Karib Kerabat dan anak-anakmu sekali-sekali tiada bermanfaat bagimu pada hari kiamat. Dia akan memisahkan antara kamu. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan”. (QS. AL Mumtahanah: 3).
Isolasi dan perlawanan terhadap jahiliyah ini dengan seluruh komponennya pada hakekatnya adalah nikmat dari sekian banyak nikmat Allah yang diberikan kepada kita. Allah SWT., berfirman yang artinya: ”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At Tahrim: 6).
Abdullah ibnu Abbas memaknai ayat 6 surah At Tahrim itu dengan mengatakan: ” Berbuatlah untuk mentaati Allah SWT., dan jauhilah perbuatan maksiat kepadanya. Serulah keluargamu untuk senantiasa mengingatnya, niscaya Allah akan selamatkan kamu dari neraka”. Ibnu Abbas juga mengatakan: Didiklah keluargamu, demikian juga kita ajak masyarakat di sekitar kita sehingga dakwah tersebar merata dan semakin banyak orang baik dan semakin banyak penegak keadilan, kemudian secara bersama-sama masyarakat ini dapat keluar dari himpitan dunia dan siksa akhirat menuju kebahagian dunia dan keselamatan akhirat”.
Allah SWT., berfirman surat Al Mumtahanah : 7-9 yang artinya: ”Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. dan Allah adalah Maha Kuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan Berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil”. ”Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim”. (QS. AL Mumtahanah: 7-9).
Ayat ini memberikan busyra (kabar gembira) kepada kaum mukminin, bahwa Allah SWT., akan menjadikan rasa cinta antara mereka dengan para musuhnya jika para musuh itu memenuhi seruan Allah, menolak thaghut. Dan Allah Maha Kuasa, Maha Pengampun dan Maha Penyayang. 

Kamis, 14 Juni 2012

4 MAKNA DARI 4.000 HADITS


Oleh: Ibnu Malik, S.Pd.I.
(Redaktur Gema At-Taqwa)

Rasulullah saw., jika bersabda akan menjadi tuntunan dan teladan bagi umatnya. Sabda yang ia sampaikan semuanya adalah benar, karena sifat Rasulullah adalah Shiddiq (Benar). Hisyam bin Amir pernah bertanya kepada Aisyah ra., tentang akhlak Rasulullah saw. Aisyah menjawab, "Akhlak Nabi saw., adalah Al quran." (HR Muslim). Maka, dalam kehidupan kita wajib mengikuti langkah-langkah dan ucapan yang berteladan kepada Rasulullah saw.
Ucapan atau sabda Nabi saw., biasa kita sebut dengan Hadits. Setiap langkah dan ucapan Rasulullah saw., (Hadits) saat ini terkumpul dalam kitab-kitab Hadits yang disusun oleh para ulama besar antara lain, Shohih Bukhori, Muslim, Musnad Imam Hanmbal, Turmudzi, dan Al Muwatho Malik. Ratusan ribu bahkan jutaan Hadits telah banyak dibukukan oleh para ulama. Kemudian untuk mempermudah dalam pembelajaran, Hadits tersebut diklasifikasi berdasarkan kriteria tertentu.
Salah satu yang menarik adalah kisah seorang hakim yang mencoba merangkum dari banyak Hadits menjadi 4 makna saja. Sebagaimana dinukil dalam Nashoihul Ibaad karya Imam Nawawi al Bantani bahwa Abdullah bin Mubarak berkata: “Ada seorang hakim yang sangat arif dan bijaksana telah mengumpulkan 40.000 hadits. Kemudian dipilihnya lagi hingga 4.000 Hadits. Lalu dipilihnya lagi hingga menjadi 400 Hadits. Lalu dipilihnya lagi hingga menjadi 40 Hadits. Dari 40 Hadits ini ia simpulkan hanya 4 kalimat, yaitu:
1.    Janganlah memberi kebebasan sepenuhnya terhadap isterimu dalam segala hal.
2.    Jangan tertipu oleh harta dalam segala hal.
3.    Jangan mengisi perutmu dengan makanan/minuman yang tidak mampu ditampung oleh perutmu.
4.    Jangan mengumpulkan ilmu apa pun yang tidak bisa memberi manfaat”.
Jangan memberi kebebasan sepenuhnya terhadap isteri dalam segala hal. Maksudnya adalah setiap suami sudah seyogyanya memiliki rasa cemburu agar jangan ada lelaki lain yang mengganggu miliknya. Suami adalah pemimpin dalam keluarga sehingga sudah sepantasnya menjadi penentu keputusan dalam keluarga. Namun memang, dalam pelaksanaannya perlu ada musyawarah sebagai landasan pengambilan keputusan, agar maslahat untuk keluarga.
Jangan tertipu oleh harta. Maksudnya adalah jangan sampai berkeyakinan bahwa dengan memiliki harta, Anda akan selamat dari bencana. Sehingga Anda melupakan semua urusan lain selain harta. Apa lagi sampai melupakan ibadah dan akhirat. Begitu juga Anda jangan tertipu oleh banyaknya harta.
Dalam kitab Nashoihul Ibaad, Imam Nawawi al Bantani juga menukilkan bahwasannya Rasulullah saw., bersabda: “Barang siapa yang menjadikan akhirat sebagai tujuannya, maka Allah akan membuat baik semua urusannya, menjadikan kekayaannya ada di hatinya, dan dunia akan datang kepadanya dengan mudah. Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai tujuannya, maka Allah akan mencerai-beraikan urusannya, menjadikan kefakiran ada di depan matanya, dan dunia tidak akan datang kepadanya, kecuali sebatas yang telah ditentukan”.
Pada kesempatan lain Rasulullah saw., bersabda: “Bekerjalah untuk duniamu seakan kau hidup selamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan kau mati esok hari”. Didapat kesimpulan bahwa jika ingin mencapai kebahagiaan, kita harus seimbang dalam mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Namun jika tidak bisa keduanya, paling tidak kita harus berorientasi pada kepentingan akhirat. Karena, dengan begitu dunia akan sendirinya datang kepada kita. Namun jika kita mengutamakan dunia atau harta saja, maka yang akan kita dapatkan adalah kesengsaraan bahkan kefakiran.  
Berkaitan dengan poin 3, Rasulullah saw., pernah bersabda: “Sumber segala penyakit ada kaitannya dengan perut yang kekenyangan”. (H.R. Daruquthni melalui Anas ibn Sinni dan Anu Naim melalui Ali ibn Said melalui Az Zuhri). Maksud Hadits ini adalah bahwa sumber segala macam penyakit itu berhubungan erat dengan ketidakmampuan lambung dalam mencerna makanan. Yakni dengan cara menjejalkan makanan ke mulut sehingga tidak sempat dikunyah. Begitu juga memasukkan minuman sesudah makanan atau memasukkan minuman diantara dua suapan makanan tanpa mengunyah suapan yang pertama terlebih dahulu.
Para ahli kesehatan telah banyak membuktikan penyakit yang bersumber dari perut. Sir Arbuthnot Lane, M.D dari London mengatakan: “Saya telah mengalami bahwa banyak kasus pembedahan dapat dihindari dengan cara mencuci usus, karena 90% dari penyakit manusia di masa kini disebabkan oleh usus yang kotor dan tidak berfungsi dengan normal.” Begitu juga Dr. Norman Walker, Dsc, Phd. USA: “Cuci usus akan menghilangkan sembelit, rasa lesu, penyakit lemah pencernaan, sakit sendi, sakit pinggang, perut kembung, kencing manis, dan lain-lain.” Sumber: (http://www.facebook.com/sehat.mandiri?v=app_4949752878)
Dari fakta ini membuktikan bahwa betapa pentingnya menjaga kesehatan perut, karena sumber penyakit bisa berasal dari perut seperti yang disabdakan Nabi saw. Bahkan Nabi saw., telah menyatakannya lebih dulu. Barulah para ahli dan peneliti membuktikannya.
Berkaitan dengan poin nomor 4, diriwayatkan bahwa pernah ada seorang lelaki berkata kepada Abu Hurairah ra.,: ”Aku ingin mempelajari ilmu, tetapi aku takut kalau aku menyia-nyiakannya”. Abu Hurairah ra., berkata: “Sudah cukup dikatakan menyia-nyiakan ilmu bila engkau sendiri tidak mau mempelajarinya”.
Imam Syafii berkata: “Barang siapa mempelajari Al quran, maka tinggilah nilai dirinya. Barang siapa mempelajari ilmu fiqih, menjadi mulialah kedudukannya. Barang siapa mempelajari aritmetika, maka cemerlanglah pikirannya. Barang siapa mempelajari bahasa Arab, maka haluslah perangainya. Dan barang siapa tidak bisa memelihara dirinya, maka ilmunya tidak akan bermanfaat”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita simpulkan bahwa orang yang menyia-nyiakan ilmu bukan hanya yang memiliki ilmu kemudian tidak mengamalkannya, tetapi juga orang yang tidak mau mempelajari ilmu. Selain itu juga termasuk ke dalam orang yang menyia-nyiakan ilmu adalah yang tidak bisa memelihara dirinya dari segala perbuatan tercela atau dosa.
Wallahu Alam bishowaab...

Minggu, 10 Juni 2012

TAUHID BIJI SAGA



Telah banyak kajian tentang dunia Islam, dari mulai ilmu kalam, ushul fiqih, hadits, tasawuf, dan banyak lagi bidang-bidang kajian dalam Islam. Satu sama lain saling terikat dan ada beberapa yang wajib, sunnah, makruh, dan bahkan ada yang hanya beberapa orang saja yang boleh mempelajarinya.
Salah satu yang menarik dan sempat membuat dunia Islam terguncang adalah dunia tasawuf. Pada saat itu, banyak guru-guru mursyid dalam tasawuf seperti Ibnu Arabi, Abdul Qodir al jailani, Jalaludin Rumi, dan masih banyak nama-nama guru besar sufi lainnya. Di Indonesia ada yang namanya Syekh Siti Jenar dan beberapa sufi besar lainnya.
Baik dalam maupun luar negeri, ternyata ada beberapa dari para sufi tersebut yang dihukum oleh karena dianggap telah melakukan kesalahan dan menyebarkan paham yang sesat. Al hallaj, Ibnu Arabi, dan ada juga dari Indonesia yaitu Syekh Siti Jenar. Sufi-sufi tersebut dianggap telah menyebarkan paham yang dianggap sesat oleh sebagian kalangan.
Al hallaj misalnya yang terkenal dengan paham Wahdat Al Wujudnya. Kemudian Syekh Siti Jenar dengan paham Manunggal Ing Kaulo Gusti. Kedua paham ini sama-sama dipegang oleh keduanya dengan definisi bahwa manusia telah bersatu dengan Tuhannya.
Pada suatu ketika Al hallaj kedatangan tamu dan bertanya apakah di rumahnya ada orang yang bernama Al hallaj. Kemudian Al hallaj menjawab bahwa tidak ada orang yang bernama Al hallaj. Tetapi ada juga Tuhan. Ini berarti dia menganggap bahwa dirinya adalah Tuhan kalau kita lihat sepintas.
Kemudian Syekh Siti Jenar juga menyatakan hal yang sama. Dalam kitab yang pernah ditulisnya beliau menuliskan lafadz Laa Ilaaha Illa Anaa yang berarti Tiada Tuhan Selain Aku. Inilah salah satu hal yang menyebabkan Syekh Siti Jenar dihukum mati oleh para wali karena disamping itu beliau juga mengajarkan pahamnya kepada murid-muridnya yang sebagian besar adalah orang-orang awam.
Jika secara sepintas kita simak, kedua sufi ini telah mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan. Namun sebenarnya dari kedua paham ini tidak ada yang salah. Hanya saja, tidak tepat dalam penggunaannya. Syekh Siti Jenar mengajarkan pahamnya kepada orang-orang awam yang baru mengenal Islam, sehingga murid-muridnya tidak lagi melaksanakan sholat. Begitu juga dengan Al hallaj yang mengajarkan pahamnya kepada orang yang belum mendalami betul dunia tasawuf secara sempurna. Akhirnya, pihak-pihak yang berwenang pada saat itu memutuskan untuk menghukum mati sufi-sufi tersebut karena membahayakan umat.
Alasan kuat para wali untuk menghukum mati Siti Jenar, secara umum adalah karena telah mengajarkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Sebagai analogi, misalkan ada orang yang mengetahui (mohon maaf) isi yang ada di dalam rok perempuan. Kemudian dia mengatakan dan membuka pandangan anak kecil tersebut tentang hal yang ada di dalamnya. Apa yang ia katakan dan perlihatkan kepada anak kecil tersebut adalah benar karena memang begitu adanya. Namun yang menjadi masalah adalah yang melihat tersebut adalah anak kecil  dan belum pantas untuk melihatnya. Sama halnya dengan apa yang Syekh Siti Jenar ajarkan kepada murid-muridnya. Sebagai murid tentu masih awam terhadap Ilmu-Ilmu Islam. Akan tetapi, mereka diberi pelajaran yang di luar kemampuannya.
Kemudian lebih khusus kepada paham kesatuan diri dengan Tuhan. Ternyata bisa dijawab dengan filosofi bentuk biji dari buah tanaman saga. Biji dari tanaman ini berukuran menyerupai kedelai dan berwarna merah pada bagian satu dan hitam pada bagian sebelahnya.
Berdasarkan hasil dialog saya dengan Bapak drh. H. Bambang Irianto, salah seorang pewaris kebudayaan Cirebon dari Keraton  Kasepuhan, beliau mengatakan bahwa warna biji tersebut mengandung makna “Satu Tan Tunggal” yang artinya satu tetapi tidak menyatu. Ini dapat kita lihat dari biji saga tersebut. Bagian biji yang berwarna merah terlihat menyatu dengan bagian yang berwarna hitam. Tetapi walau menyatu, kedua bagian tersebut tetap tidak menjadi satu. Karena antara warna hitam dengan merah tetap masih ada sekat yang memisahkannya.
Inilah kesimpulannya bahwa baik itu paham Manunggal Ing Kaulo Gusti, maupun Wahdat Al Wujud, keduanya adalah paham yang pada dasarnya benar. Namun karena salah penempatan, sehingga menjadi sebuah kesalahan yang sangat besar dan menyebabkan para pencetusnya harus dihukum mati agar paham tersebut tidak sampai menyebar luas kepada orang-orang yang masih awam terhadap Agama Islam.
Wallaahu Alam bi Showaab…

Kamis, 07 Juni 2012


TANGGUNG JAWAB SEORANG MUSLIM
Oleh : Drs. H. Muchlis, SK, M.Pd.I
(Dosen UMC)
Sesungguhnya kami Telah mengemukakan amanat[1233] kepada langit, bumi dan gunung-gunung, Maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh”. (Q.S. Al Ahzab : 72)
Semua “amaliyah (perbuatan) yang dilakukan oleh seorang muslim memiliki  konsekuensi untuk diminta pertanggung jawabannya (mas’uliyah), menyangkut perbuatan yang baik (hasana), maupun perbuatan yang buruk (sayiat).   Sejak di dunia ini, terlebih lagi kelak di akhirat seorang muslim  tidak akan luput untuk mempertanggung jawabakannya tentang segala apa yang dilakukannya di hadapan Allah SWT.
Al Qur’an mengisyaratkan sebagaimana firman-Nya dalam surat Al zallzalah: “Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya. Dan  barangsiapa yang mengerjakan kejahatan sebesar dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan)nya pula”   ( Q. S. Al zalzalah : 7-8).
Berkenaan dengan ayat di atas , Ibnu Katsir menjelaskan bahwa mereka (manusia) beramal dan akan dibalas amal mereka itu. Bila mereka beramal baik maka mereka  akan dibalas amal mereka itu, bila buruk mereka akan dibalas keburukannya itu. Muhammad Ali ash Shobuni menjelaskan pula bahwa amal perbuatan manusia yang baik maupun yang buruk  meskipun sebesar debu dari tanah akan dibalas oleh Allah pada hari Kiamat.
Rasulullah bersabda : “Peliharalah dirimu dari sentuhan api neraka walaupun dengan separuh kurma, walaupun dengan kalimat thoyibah” (Hadits Riwayat Bukhari dari Adi).
Pada hadits lain Rasulullah mengingatkan, sebagaiamana sabdanhya : “Janganlah kalian meremehkan perbuatan baik apapun, walaupun berupa pencurahan air dari embermu ke dalam wadah orang yang meminta air kepadamu, atau engkau menemui saudaramu dengan wajah yang berseri” (Hadits Riwayat Bukhari).
Manusia (termasuk muslim), seperti yang disampaikan Atang Abd., Hakim dan Jaih Mubarok adalah makhluk yang menanggung amanah sebagaimana firman Allah dalam Surat  Al ahzab: 72 di atas, maka Al Insan (manusia) dalam pandangan Al quran memiliki korelasi dengan konsep tanggung jawab. Dalam hal ini Allah berfirman:  “Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (Q.S. Al Qiyamah ,75. :36).
Pada ayat lain Allah berfirman : “Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari pada urat lehernya” (Q.S. Qof, 50:16).
Secara garis besar tanggung jawab seorang muslim ada tiga. Pertama, tanggung jawab seseorang terhadap Tuhannya (masuliyatu shokhsi an robbihi). Bahwa seorang muslim dalam kapasitasnya sebagai ‘abid berkewajiban menghambakan diri kepada Ma’bud (Allah SWT.) semata, dengan ibadah yang sebenar-benarnya, memurnikan tauhid (purifikasi) dengan sebuah keyakinan yang utuh dan kokoh bahwa tiada Tuhan (ilah) selain Allah SWT.  Keyakinan itu mengkristal dalam jiwa bahwa Allah SWT., disifati dengan sifat kesempurnaan dan bersih dari sifat kekurangan (maushufun bijami’i shifatil kamal waunajahun an jamiish shifatin nuqshon). Allah berfirman : 
“Allah sekali-kali tidak mempunyai anak, dan sekali-kali tidak ada Tuhan (yang lain) beserta-Nya, kalau ada Tuhan beserta-Nya, masing-masing Tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain. Maha Suci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu.” (Q.S. Al muminun, 23:91).
Pada ayat lain Allah berfirman : “Katakanlah: "Dia-lah Allah, yang Maha Esa.  Allah adalah Tuhan yang bergantung  kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan,. Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia” ( Q.S. Al ikhlas, 112: 1-4).
Kor (inti) ajaran Islam terletak pada tauhid, sekaligus juga merupakan kekuatan bagi setiap muslim. Seorang oreintalis, H.R. Gibbs  mengatakan : “The strength of Islam lies on the faith to Allah”. Kekuatan Islam terletak pada iman kepada Allah. Ketika keyakinan kepada-Nya telah meraga sukma, menyatu dalam jiwa maka akan berbanding sejajar dengan kesadaran melaksanakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
Kedua, tanggung jawab seorang muslim kepada dirinya sendiri (masuliayatushohsyi an nafsihi). Seorang muslim bertanggung jawab kepada dirinya sekaligus sebagai khalifatullah fil ardhi yang mengandung makna bahwa seorang muslim juga secara linear memiliki kewajiban sosial yang sejatinya mempunyai tanggung jawab besar dalam kehidupannya di dunia yang  merupakan jalan untuk menuju kehidupan akhirat. Oleh karena itu manusia yang diberi amanah oleh Allah harus mampu menjalankan amanahnya dengan sebaik mungkin, dengan mengoptimalkan potensi yang Allah  berikan kepadanya untuk mengatur, mengelola dan melesatrikan bumi. Ruang lingkap tanggung jawab pribadi seorang muslim meliputi aspek :
1.      Tanggung jawab terhadap harta
Tanggung jawab yang diemban seorang muslim dalam harta yang telah Allah Swt berikan kepadanya, merupakan amanah yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan syari’at. Seorang muslim seyogyanya memiliki kesadaran bahwa harta yang diterimanya ini hanyalah titipan dari Allah Swt, yang mesti dipergunakan dan disalurkan untuk kepentingan umat manusia. Dalam hal ini Allah SWT., menjelaskan melalui friman-Nya, surat Al hasyr ayat 7: “Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Makka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”.
2.      Tanggung jawab terhadap keluarga.
Yaitu tanggung jawab seorang Muslim dalam posisi sebagai orang tua. Tanggung jawabnya adalah menjaga keluarganya agar selamat dalam kehidupan baik dunia maupun akhirat. Allah SWT., menjelaskan melalui firman-Nya, surat Al tahrim, ayat 6 : Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka ...   Wilayah tanggung jawab seperti yang dikemukakan Ibnu Katsir bahwa menyelamatkan keluarga dari api neraka yang dimaksud   yaitu istri, anak, saudara, kerabat, sahaya wanita dan sahaya laki-laki.  Mendidik mereka agar melaksanakan perintah Allah dan membantu dalam merealisasikannya serta mencegah berbuat maksiat. Muhammad Ali Ash Shobuni memberi komentar pada ayat tersebut yaitu menyelamatkan keluarga yakni istri dan anak-anak, dengan memerintahkan mereka berbuat baik dan melarang berbuat buruk, mengajari dan mendidik mereka agar selamat dari api neraka. Mujahid menambahkan: “Bertakwalah, nasihatilah keluargamu agar bertakwa kepada Allah”. 
Sebagaimana disampaikan para ahli tafsir ayat tersebut mengandung makna tersirat bahwa untuk menyelamatkan keluarga dari api neraka, maka betapa pentingnya peran pendidikan. Dalam proses pendidikan, orang tua memiliki peran utama dalam melakukan talim, tadib dan tarbiyah, karena orang tualah yang merupakan lingkungan pertama. Menurut hasil penelitian ilmu pengetahuan modern menyatakan bahwa yang dominan membentuk jiwa manusia adalah lingkungan. Dan lingkungan pertama yang dialami sang anak adalah ibu dan ayah.  Sedangkan lingkungan pendidikan terkecil adalah keluarga, dengan demikian yang berkewajiban melakukan pendidikan terhadap seorang anak adalah orang tua.
Oleh karena itu  orang pertama yang bertanggung jawab terhadap keluarga adalah orang tua (ayah dan ibu). Dari kedua orang inilah pendidikan harus dimulai. Keberhasilan pendidikan tingkat awal ini akan membawa kepada keberhasilan pendidikan keluarga dan masyarakat. Baqir Sharif al Qarashi, keluarga  penampakan sejati dari ketenangan anak karena alasan ini,  ketenangan serta kematangan personal anak-anak secara penuh bergantung pada beragam hubungan kualitatif dan kuantitif keluarga. Para analisis menemukan bahwa nilai-nilai agama dan moral anak terbangun disekeliling keluarga-keluarga.
Ketiga, tanggung jawab seseorang kepada negerinya (mas’uliyatush shohsi fi baldrihi). Cinta sekaligus membela tanah dari rongrongan dan penjajahan negeri luar, merupakan sikap, watak yang telah dicontohkan oleh para pejuang dahulu. Sederet nama para pahlawan yang telah gugur dalam mengusir penjajah telah terukir dalam lembaran sejarah bangsa, yang tak lapuk ditimpa hujan, tak lekang ditimpa panas. Meskipun mereka tidak semua berjuang membawa nama agama, hanya semata-mata untuk tegaknya kedaulatan Indonesia, namun nilai-nilai juang yang mereka gelorakan,  telah menjadi pemacu dan pemicu tumbuh suburnya semangat jihad dalam bingkai amar maruf nahi munkar.  Saat ini kontribusi cinta dan membela tanah air dapat direpresentasikan dalam bentuk kompetensi anak bangsa, baik dalam bentuk mencintai produksi dalam negeri, bangga dengan budaya bangsa yang beraneka ragam yang selaras dan seimbang dengan karakter bangsa yang berketuhanan   maupun kompetensi lainnya yang bermanfaat bangsi kepentingan  segenap anak bangsa. Maka pada gilirannyalah generasi bangsa berada pada garda terdepan dalam mengawal proklamasi 17 Agustus 1945 serta bersama-sama berupaya agar terwujud “baldatun toyibatun wa  robbun ghofur

Selasa, 05 Juni 2012

JADWAL KEGIATAN MASJID RAYA AT-TAQWA KOTA CIREBON TAHUN 2012


SENJATA PEMUSNAH MASAL YANG TELAH MELEDAK


Oleh: Ibnu Malik, S.Pd.I.
Redaktur Pelaksana Gema At-Taqwa

Selama ini yang ada dalam  pikiran kita jika mendengar kata senjata pemusnah masal, pasti yang terlintas bahwa itu adalah senjata nuklir. Senjata tersebut jika meledak, maka akan musnah segala kehidupan yang terkena radiasi senjata tersebut. Bisa kita lihat betapa porak porandanya Jepang pada saat terjadi bencana tsunami beberapa waktu yang lalu karena ada salah satu reaktor nuklirnya yang meledak dan meradiasi beberapa benda di sekitarnya termasuk manusia. Lebih jauh lagi, Rusia yang kerepotan ketika reaktor nuklirnya bocor dan meradiasi warga negaranya, dan masih banyak lagi peristiwa-peristiwa atau bencana besar yang diakibatkan oleh nuklir.
Namun nuklir hanyalah sebagian kecil dari senjata pemusnah masal yang ada di dunia ini. Karena belum sebanding dengan senjata pemusnah masal yang sebenarnya. Banyak orang tidak sadar bahwa ada banyak bahaya yang mengancam bahkan dapat menyerang kita kapan saja. Udara yang kita hirup setiap detiknya tidak lagi membantu oksidasi sari makanan dalam tubuh, namun malah membuat paru-paru kita semakin lemah karena tingginya kadar CO2 dan CO yang terhirup oleh kita. Air yang kita minum seharusnya dapat menyalurkan sari makanan ke seluruh tubuh, malah menjadi penyebab penyakit yang berdampak jangka panjang. Nasi yang kita makan seharusnya menjadi sumber energi, malah menjadi penyalur bahan organik dari pupuk yang digunakan ketika menanam padi.
Banyak bahan makanan dan obat-obatan yang telah beredar di dunia dan tanpa kita sadari makanan dan obat-obatan tersebut sebenarnya adalah racun untuk kita. Memang dalam jangka pendek tidak akan terasa, namun dalam jangka panjang efek dari makanan dan obat-obatan sangat mengerikan.
Menurut Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI ), produk makanan transgenik dapat mengakibatkan kelambanan pertumbuhan & kegagalan reproduksi bagi manusia. Menurut Badan pemeriksa Obat dan Makanan, semua produk kedelai impor asal Amerika Serikat merupakan kedelai transgenik. Dengan demikian semua produk turunan kedelai impor seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco juga merupakan bahan makanan transgenik berbahaya. Ini berarti, tempe, tahu, dan tauco yang kita makan sudah tidak aman lagi.  Keadaan ini sangat mengkhawatirkan karena hampir di seluruh penjuru Indonesia terdapat makanan yang berbahan dasar kedelai. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya nasib kesehatan bangsa ini.
Indonesia mengimpor produk transgenik seperti kedelai, jagung, dan kentang dari Amerika Serikat, Kanada, Argentina dan Australia. Produk itu kebanyakan melenggang masuk ke indonesia secara bebas tanpa proses penelitian dan uji keamanan. Inilah salah satu “PR” kita agar dapat lebih cerdas dalam memilih makanan yang halal dan menyehatkan.
Yang lebih ironinya lagi, ketika masyarakat Uni Eropa melarang (membatasi) penanaman dan mengimpor makanan “terkontaminasi” tanaman GM, Indonesia masih terus mengimpor bahan makanan terebut bahkan untuk kedelai saja sampai 99 % dari kedelai yang ada di dalam negeri. Sikap dari Uni Eropa ini didasari oleh tiga hal, yakni manipulasi gen bertentangan dengan kodrat alami dan tidak etis. Hasilnya berbahaya bagi manusia dan berdampak buruk bagi lingkungan.
Bahaya selanjutnya adalah penggunaan anti biotik pada dunia kedokteran. Antibiotik adalah senyawa yang dibuat dari mikroba alami atau sintesis untuk menghambat perkembangan organism bakteri. Awalnya, antibiotik digunakan dalam berbagai penyembuhan kasus penyakit. Pilek dan flu misalnya. Dokter ketika memeriksa dan memberikan obat untuk pasien pasti akan menyertakan antibiotik sebagai pelengkap utama dalam pengobatan. Begitu juga pada penyakit lain.
Ada fakta yang mengerikan tentang antibiotik. Dalam penelitian, tim ilmuwan Yale mempelajari 1.400 anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah anak-anak yang menggunakan antiobiotik sejak dini dapat meningkatkan kasus asma pada kanak-kanak. Anak yang diteliti adalah mereka yang mendapat obat antibiotik sebelum genap usia enam bulan. Anak-anak yang dilibatkan juga termasuk mereka yang dilahirkan dari orang tua yang tidak mempunyai riwayat penyakit asma. Hasilnya adalah, semua peneliti termasuk Dr Kari Risnes sebagai pimpinan peneliti menyerukan agar menghindari penggunaan antibiotik dalam dunia kesehatan. Ini dikarenakan penggunaan antibiotik, khususnya antibiotik spektrum luas, dapat mengubah flora mikroba dalam usus, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem kekebalan tubuh dan rentan alami alergi sehingga menyebabkan asma.
Selain bahan makanan (Beras, kedelai, jagung, dll) dan obat-obatan yang telah disebutkan tadi, masih banyak lagi senjata pemusnah masal yang mengancam kita. Dikatakan senjata pemusnah masal karena barang-barang ini dapat membunuh manusia secara masal atau besar-besaran walau dalam jangka waktu yang panjang.
Semua bahaya yang telah dipaparkan di atas, baru sebagian kecil dari seluruh bahaya yang mengancam kita. Ini semua dimotori oleh PBB melalui WHO (badan kesehatan dunia) dan FAO (badan pangan dunia) yang merancang sebuah program yang dinamai Agenda 21.
Agenda 21 terimplementasi pada Codex Alimentarius dan secara global terlaksana pada 31 Desember 2009. Salah satu programnya adalah semua sapi perah di muka bumi ini wajib diinjeksi dengan hormon pertumbuhan yang diproduksi oleh satu-satunya perusahaan yakni Monsanto. Lebih jauh lagi, semua hewan ternak yang digunakan sebagai bahan makanan di planet ini harus disusupkan bahan anti biotik khusus dan hormon pertumbuhan buatan. Ini berarti susu yang kita dan anak kita minum telah terkontaminasi mikroba berbahaya. Begitu juga ayam dan daging yang kita makan menjadi tidak sehat lagi.
Salah satu forum internasional yang membahas masalah ini adalah National Association of Nutrition Professional (NANP- 2005 Conference) dan salah satu pesertanya Dr. Rima Laibow dari Natural Solutions Foundation. Beliau mengatakan bahwa menurut perhitungan WHO dan FAO, jika proyek mereka ini terus berjalan tanpa hambatan dan terimplementasi pada 31 Desember 2009, maka akan berdampak pada minimum kematian sekitar 3 miliar jiwa. Satu miliar lewat kematian secara langsung (mereka ini adalah orang-orang yang gagal di mata para korporasi dunia atau katakanlah miskin). Sisanya, 2 miliar jiwa akan menemui kematian akibat penyakit yang sesungguhnya bisa dicegah, yakni kurang gizi.
Lantas, siapa yang akan tetap hidup? Dr. Laibow berkata, “Hanya mereka yang kaya, yang mampu menyuplai gizi dan vitamin dalam makanan mereka yang akan tetap bisa hidup.” Lebih parahnya lagi, jika ada negara yg menolak untuk menerapkan codex di negaranya, maka akan dikenakan sanksi ekonomi dari WTO. Inilah senjata pemusnah masal yang sebenarnya dan telah meledak pada tanggal 31 Desember 2009.
Solusinya adalah kita sebagai Umat Muslim harus pintar dalam memilih makanan dan obat-obatan. Sebagaimana Allah SWT., telah berfirman:
“Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.” (QS. An-Nahl: 114)
” Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu” (QS. Al Baqarah: 57)
Dari dua ayat ini dapat kita ketahui bahwa Allah SWT., juga telah mengingatkan kita bahwa dalam memilih makanan harus yang baik. Baik artinya mencukupi dari segi kehalalan , gizi, dan kesehatan. Semoga Allah memberikan rahmat dan berkahnya kepada kita semua, sehingga dapat terhindar dari makanan-makanan yang tidak baik.
Wallaahu Alam...

Minggu, 03 Juni 2012

Senjata Pemusnah Masal Cirebon


 

    
Kayanya Indonesia tidak terlepas dari kekayaan budayanya. Indonesia yang luas tidak sebanding dengan luasnya khasanah budaya yang ada di dalamnya. Jangankan Budaya Indonesia, baru menjajaki budaya di salah satu kota kecil di Jawa Barat saja saya sudah kewalahan. Cirebon, itulah kota yang sarat akan nilai budaya, sejarah, makna, dan ilmu. 
         Tanggal 3 juni 2012, saya menyempatkan diri untuk silaturahmi ke rumah salah satu budayawan asli Cirebon. Drh. H. Bambang Irianto, itulah namanya. Salah satu keturunan keraton ini pernah kuliah di fakultas kedokteran hewan di Yogyakarta. Namun seiring dengan waktu dan karena pengaruh lingkungan, beliau terarahkan untuk menekuni budaya-budaya dan khasanah keilmuan Islam khususnya yang ada di Cirebon.
Pada hari tersebut saya berkesempatan untuk ikut menemani beliau menemui salah seorang penggemar keris. Kebetulan orang tersebut berniat untuk menjual keris koleksinya. Karena Pak Bambang paham juga tentang "perkerisan", maka dipanggilah ia untuk melihat dan meneliti dahulu sebelum dijual.
         Dalam pertemuan tersebut, kami menjumpai pemilik keris sekaligus 20 buah koleksinya. Subhanallah, keris yang saya jumpai ternyata lebih dari satu jenis keris. Ada yang asli Cirebon dan ada yang dari luar Cirebon. Dari ke-20 keris yang ada, 3 buah diantaranya bermotif tengkorak. Ini menandakan bahwa keris tersebut mengandung kekuatan yang dapat membuat orang yang ditunjuk oleh keris tersebut bisa sampai muntah dan pusing-pusing. Sangat cocok digunakan untuk melawan musuh. 
         Selain motif tengkorak, ada juga yang bermotif belalai gajah. Motif ini menandakan keris tersebut dapat digunakan untuk membungkam orang. Sesuai dengan namanya keris bungkem. Jika dibawa ketika berdebat, maka kemungkinan besar akan menang karena lawan bicara tidak akan bisa membantah. 
         Dari kesemua keris yang ditunjukkan belum ada data rinci tentang asal, tipe, waktu pembuatan atau masa penggunaannya. Namun dengan keahlian yang dimiliki Pak Bambang, ada beberapa keris yang dapat teridentifikasi dan beberapa diantaranya asli dari Cirebon. Sebagian yang lainnya berasal dari luar Cirebon.
         Ketika Pak Bambang memaparkan tentang profil dan makna simbol salah satu keris yang berasal dari Cirebon, saya merasa penasaran dan mengajukan beberapa pertanyaan. Namun semakin banyak pertanyaan, semakin luas pula informasi yang harus saya gali. Saking luasnya khasanah budaya dan ilmu yang ada pada sebuah keris, sampai saya tidak dapat mengingat semua ucapan beliau. 
        Akhirnya, saya diberi kesempatan untuk melakukan studi lebih lanjut di rumahnya. Kesempatan yang sangat langka, karena saya dipersilahkan untuk melihat dan mengetik ulang salah satu kitab kuno tentang keris miliknya. Kitab tersebut berbahasa sunda dan kebetulan saya sebagai orang sunda, Pak Bambang memberi kesempatan kepada saya untuk mempelajari kitab tersebut. 
         Kitab tersebut adalah tulisan salah satu keluarganya 3 generasi sebelum Pak Bambang. Ukurannya tidak terlalu tebal, namun karena mempunyai nilai-nilai khusus maka perlu ada orang khusus juga jika ingin membukanya. Jika kitab tersebut dibuka dari arah depan, maka akan terasa panas dingin. Namun berbeda jika dibuka dari arah belakang, akan terasa biasa saja. Hal ini dialami oleh salah satu mahasiswa S2 IAIN SNJ Cirebon yang pernah mencobanya namun tidak berhasil. Sampai akhirnya kitab tersebut dikembalikan.
           Dengan saran dan bimbingan dari Pak Bambang, Insya Allah, saya akan mencoba untuk mempelajari dan mengetik ualng kitab tersebut. Semoga menjadi awal yang baik untuk pembelajaran saya dalam menulis. Sehubungan karena saya baru memulai menulis 2 minggu yang lalu. Bismillah...

Jumat, 01 Juni 2012

Akad Nikah Sabtu, 2 Juni 2012


Cinta dari Yogyakatra 

        Di bulan rajab ini Masjid Raya At-Taqwa Kota cirebon kembali menjadi saksi dan dipercaya oleh kedua pasangan yang sepakat mengikat janji nan suci. Saudara Ismail Imam Permadi, S.E., bin H. Wildan Subagio ( Yogyakarta) dengan Rizka Diaz Amelia, S.Psi. binti H. Nur Edy Swetyo (Cirebon) telah sah menjadi suami isteri setelah ijab qobul dibacakan di depan petugas KUA kecamatan Kejaksan. Akad nikah ini dilaksanakan tanggal 2 Juni 2012 pada pukul 10.13 WIB. 
      Keluarga besar dari kedua mempelai hadir di lokasi dari jam 08.00 WIB agar acara dapat tersiapkan dengan baik. Begitu juga para petugas dan panitia dari DKM Raya At-Taqwa Kota Cirebon yang telah sisp-siap dari jam 07.00 WIB. Kesiapan ini juga lengkap dengan datangnya petugas KUA Kecamatan Kejaksan yang sampai di tempat mulai pukul 08.00 WIB. Ini semua dimaksudkan agar acara akad nikah ini dapat dilaksanakan dengan baik dan mencapai target yang diinginkan. 
         Tim photo grapher profesional hadir di tempat dan telah menyiapkan segala perlengkapannya sejak pukul 06.30 WIB. Kabel-kabel, kamera, tata cahaya, dan tim solidnya terpasang sebelum mata hari terbit. persiapan ini lengkap juga dengan koordinasi antara photo grapher dengan utusan atau panita dari DKM Raya At-Taqwa Kota Cirebon karena pentingya acara tersebut.
         Ada hal yang berbeda pada acara akad nikah kali ini. Khotib (Ustadz) menyampaikan nasihat pernikahan lebih lama dari biasanya yang hanya 10 sampai 15 menit, kini mencapai 30 menit. Ini bertujuan agar sang pengantin dapat lebih menghayati dan merenungi niatn baiknya untuk menikah sebagai ibadah agar dapat langgeng dan bahagia dalam rumah tangga. Apa lagi waktu dan tempat pernikahannya sangat sesuai dengan mumen Isra Miraj. Banyak ulama mengatakan bahwa pada waktu tersebut adalah waktu yang utama, apa lagi jika ada yang melangsungkan pernikahan. Semua berharap, khususnya untuk kedua mempelai mendapatkan berkah dari mulianya waktu dan tempat akad nikah ini.
        Baarokallahu laka, wa baroka alaika, wa jama bainakumma fii khoir. Semoga Saudara/i mendapatkan rumah tangga yang sakinah, mawadah, wa rohmah. Amiin...  


Kamis, 31 Mei 2012

Bletin Jumat, 01 Juni 2012. “Kebangkitan Nasional Dalam Api Sejarah”


RESENSI BUKU
Oleh: Drh. Dyah Komala Laksmiwati
(Ketua PDHI Jawa Barat III)

Kebangkitan Nasional, sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi tidak mudah ditelaah, dipahami, dihayati, dimaknai  bahkan diterapkan sehingga selalu dapat menjadi nafas kita sehari-hari baik dalam kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan beragama. Bahkan sedikit orang yang tahu tentang sejarah, latar belakang kebangkitan bangsa. Kebanyakan orang  bahkan mungkin tidak tahu dan cenderung menjadikannya hanya sebagai sebuah ritual rutinitas yang patut diingat sekejap mata kemudian  hilang  dilupakan.
Sejarah mengenai Kebangkitan Nasional Indonesia, yang pernah kita dengar semasa duduk di bangku sekolah, merupakan sebagian kecil  kebenaran sejarah yang diceritakan oleh para penguasa, karena secara umum pada hakikatnya, sejarah yang kita dengar adalah sejarah berdasarkan kepentingan para penguasa pada saat itu. Setidaknya itulah yang pertama kali tersirat pada saat membaca  sub bagian tentang Kebangkitan Nasional dalam buku Api Sejarah karya Prof. Ahmad Mansur Suryanegara halaman 335-348.
Kebangkitan bangsa yang selama ini didengung-dengungkan adalah produk dari Kabinet Hatta. Ketika itu Kabinet Hatta (1948-1949) mendapat serangan balik dari pelaku Koedeta  3 Juli 1946 yakni Tan Malaka dari Marxist Moerba dan Mohammad Yamin dalam pembelaannya di Pengadilan Negeri. Kabinet Hatta mencoba mengadakan peringatan Hari Kebangkitan Nasional. Hal ini diakibatkan pembelaan Tan Malaka dan Mohammad Yamin diangkat di media massa cetak maupun radio, dinilai oleh Kabinet Hatta, akan menumbuhkan perpecahan bangsa yang sedang  menghadapi perang kemerdekaan (1364-1369 H/ 1945-1950M).
Guna menghindari perpecahan tersebut maka perlu membangkitkan kembali kesadaran sejarah nasional untuk melawan penjajah. Untuk tujuan tersebut, diperlukan penentuan tanggal awal dan organisasi apa yang mempelopori timbulnya gerakan kebangkitan nasional pada abad ke-20 M. Tampaklah dipilihlah organisasi yang telah mati, Boedi Oetomo. Jadi, bukan organisasi sosial pendidikan Islam atau organisasi partai politik lainnya yang masih eksis dan tetap berjuang membela Proklamasi 17 Agustus 1945.
Keputusan Kabinet Hatta tentang Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), jelas terpengaruh oleh tulisan H. Colijin, 1928, dalam Koloniale Vraagstukken van Heden en Morgen (Pernyataan Kolonial Hari Ini dan Esok).
Budi Utomo adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh Dr. Soetomo pada tanggal 20 Mei 1908. Pada saat itu, usia Dr. Soetomo pada lebih kurang 20 tahun. Ia masih aktif sebagai siswa STOVIA (sekolah dokter Jawa saat itu). Boedi Oetomo sebagai kumpulan elite bangsawan yang menganut ajaran kejawen yang tidak sejalan dengan agama Islam, agama yang dianut oleh mayoritas penduduk bangsa Indonesia.
Ideologi yang ingin ditegakkan pada saat mendirikan Boedi Oetomo adalah Nasionalis Jawa sebagai lawan dari nasionalisme Djamiat Choir, yakni Islam (Timur Tengah), 17 Juli 1905.  Hal tersebut tergambar dari keanggotaan Boedi Oetomo. Orang selain bangsawan dan di luar suku Jawa tidak dapat menjadi anggotanya. Pada Konggres Kedua Boedi Oetomo di Yogyakarta, 11-12 Oktober 1909. Dr. Tjipto Mangunkusumo mengusulkan agar Boedi Oetomo menerima anggota yang tidak terbatas, bukan hanya dari bangsawan Jawa semata, tetapi membuka bagi Indiers (“Anak Hindia”), yang lahir, hidup dan mati di tanah Hindia. Tetapi usul tersubut ditolak oleh Dr. Radjiman Wediodipoero atau Dr. Radjiman Wediodiningrat. Boedi Oetomo tetap terbuka bagi orang-orang yang dipersamakan haknya dengan orang Eropa. Belanda sebagai warga negara kelas satu dapat diterima sebagai anggota Boedi Oetomo. Sedangkan Cina sebagai warga negara kelas dua, suku bangsa Indonesia lainnya, non Jawa dan suku bangsa Jawa non bangsawan tidak dapat diterima sebagai anggotanya.  
Hal tersebut dipertegas lagi dalam Algemene Vergradering Boedi Oetomo di Bandung tahun 1915 M, sikap Djawaisme R. Sastrowidjono yang terpilih sebagai ketua, meminta hadirin menyerukan Leve Pulau Djawa, Leve Bangsa Djawa,  Leve Boedi Oetomo (Hidup Pulau Jawa, hidup Bangsa Jawa, Hidup Boedi Oetomo). Pada saat itu Abdoel Moeis dan Sjarikat Islam yang turut hadir mengingatkan sikap pimpinan Boedi Oetomo.
Keputusan Djawaisme pada kongres tersebut semakin kuat, yaitu mengekalkan dan mengoetkan Agama Djawa, sejalan dengan tujuan Boedi Oetomo sebagai penyeimbang Djamiat Choir.
Bahkan guna mengimbangi kepentingan tersebut, para bupati pendukung Boedi Oetomo kemudian menggeser dan menggantikan kepemimpinan Dr. Soetomo. Pada Kongres Pertama Boedi Oetomo di Jogyakarta tanggal 3 Oktober 1908 pimpinan organisasi beralih ke tangan Bupati Karang Anyar, Raden Adipati Tirtokoesoemo.  Pada saat itu bupati merupakan tangan kanan pelaksana Indirect Rule System/ Sistem Pemerintahan Tidak Langsung dari pemerintahan kolonial Belanda. Bupati saat itu adalah orang yang sangat loyal kepada Belanda karena para bupati digaji oleh Belanda. Pada tahun 1909 organisasi ini mendapat pengakuan sebagai Badan Hukum dan telah memilki 10.000 anggota dan tersebar dalam 40 afdeelingen.
Jadi bagaimana  mungkin gerakan nasionalisme yang notabene adalah gerakan melawan imperialis pemerintah Belanda, dilakukan bupati yang merupakan pelaksana dari sistem imperialis Kerajaan Protestan Belanda, dapat melaksanakan kebangkitan nasional untuk melawan penjajahan Belanda?
Loyalitas para bupati terhadap kolonial Belanda dilakukan dengan cara mengawasi aktivitas umat Islam yaitu, shalat, pesantren dan haji. Para bupati mengawasi gerakan tarekat Naqsabandiyah yang dapat menarik kalangan sosial politik kelas atas. Bahkan di Yogya dan Surakarta, diberlakukan penduduk yang beragama Islam, mereka tidak boleh sholat di tempat umum dan keramaian. Begitu dominan pengaruh dan tekanan penjajahan Belanda hingga sampai saat ini Keraton Surakarta dan Yogyakarta banyak diintervensi oleh masyarakat non muslim. 
Bahkan Boedi Oetomo adalah organisasi yang menolak cita-cita persatuan Indonesia. Hal tersebut tergambar sikap Boedi Oetomo menolak Nasional Conggres Centraal Syarikat Islam (1916 M) di Gedung Merdeka yang menuntut Indonesia merdeka. Indonesia merdeka pasti mengancam eksistensi bupati atau Regent yang tergabung dalam Boedi Oetomo.
Mr. A.K. Pringgodigdo, 1960 dalam Sedjarah Pergerakan Rakjat Indonesia, menuliskan bahwa Konggres Boedi Oetomo di Surakarta, 6-9 April 1928 memutuskan Boedi Oetomo  menolak pelaksanaan cita-cita persatuan Indonesia.
Dengan demikian, bagaimana hakikat kebangkitan nasional yang sesungguhnya? Kebangkitan nasional yang selalu diperingati seyogyanya bukanlah memperingati berdirinya Boedi Oetomo, yang tidak sejalan dengan cita-cita dan nafas kita sebagai orang mukmin, dan sebagai simbol pengambilan keputusan yang salah dari pengambilan hari bersejarah bangsa Indonesia. Menurut Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, pengambilan keputusan Hari Kebangkitan Nasional yang tepat adalah Hari Kebangkitan Sarekat Dagang Islam, 16 Oktober 1905.
Kebangkitan nasional yang kita peringati haruslah dipahami sebagai kebangkitan seluruh komponen rakyat Indonesia, bebas dari segala macam nafsu setan yang harus dilawan dan penjajahan terselubung di era modern yaitu penjajahan ekonomi serta  penjajahan moral dan  agama.
Satu-satunya hal yang belum terampas dan terjajah adalah khasanah kebudayaan dan mutiara hikmah yang tercecer dari unsur budaya ini.  Pungutlah mutiara hikmah milik orang muslim yang tercecer, walaupun sedikit. Jangan sampai terampas sehingga dimiliki dan dijadikan alat bagi musuh Islam untuk  memerangi Islam itu sendiri.
Jadi marilah kita membangkitkan kesadaran, bahwa seyogyanya kebangkitan nasional Republik Indonesia tercinta ini adalah kebangkitan seluruh rakyat Indonesia untuk membangun bangsa Indonesia menjadi negara yang bermartabat dan sejahtera.

Kesimpulan : Perlu adanya kajian dan rekonstruksi Sejarah Nasional Indonesia yang benar, yang merupakan fakta yang benar bukan berdasarkan tendensi dari suatu kepentingan. Untuk itu perlu didukung dengan Ilmu Sejarah dan Filologi yang akurat.

Buku yang diresensi : Api Sejarah I, 2009, Prof. Ahmad Mansur Suryanegara, Cetakan Kedua, Penerbit : PT. Salamadani Semesta, Bandung

Wallohu a’lam bi showab