Oleh: Ibnu Malik, S.Pd.I.
Redaktur Pelaksana Gema At-Taqwa
Selama
ini yang ada dalam pikiran kita jika
mendengar kata senjata pemusnah masal, pasti yang terlintas bahwa itu adalah senjata
nuklir. Senjata tersebut jika meledak, maka akan musnah segala kehidupan yang
terkena radiasi senjata tersebut. Bisa kita lihat betapa porak porandanya
Jepang pada saat terjadi bencana tsunami beberapa waktu yang lalu karena ada
salah satu reaktor nuklirnya yang meledak dan meradiasi beberapa benda di
sekitarnya termasuk manusia. Lebih jauh lagi, Rusia yang kerepotan ketika reaktor
nuklirnya bocor dan meradiasi warga negaranya, dan masih banyak lagi
peristiwa-peristiwa atau bencana besar yang diakibatkan oleh nuklir.
Namun
nuklir hanyalah sebagian kecil dari senjata pemusnah masal yang ada di dunia
ini. Karena belum sebanding dengan senjata pemusnah masal yang sebenarnya.
Banyak orang tidak sadar bahwa ada banyak bahaya yang mengancam bahkan dapat
menyerang kita kapan saja. Udara yang kita hirup setiap detiknya tidak lagi
membantu oksidasi sari makanan dalam tubuh, namun malah membuat paru-paru kita
semakin lemah karena tingginya kadar CO2 dan CO yang terhirup oleh kita. Air
yang kita minum seharusnya dapat menyalurkan sari makanan ke seluruh tubuh,
malah menjadi penyebab penyakit yang berdampak jangka panjang. Nasi yang kita
makan seharusnya menjadi sumber energi, malah menjadi penyalur bahan organik
dari pupuk yang digunakan ketika menanam padi.
Banyak
bahan makanan dan obat-obatan yang telah beredar di dunia dan tanpa kita sadari
makanan dan obat-obatan tersebut sebenarnya adalah racun untuk kita. Memang
dalam jangka pendek tidak akan terasa, namun dalam jangka panjang efek dari
makanan dan obat-obatan sangat mengerikan.
Menurut
Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI ), produk makanan transgenik dapat
mengakibatkan kelambanan pertumbuhan & kegagalan reproduksi bagi manusia.
Menurut Badan pemeriksa Obat dan Makanan, semua produk kedelai impor asal
Amerika Serikat merupakan kedelai transgenik. Dengan demikian semua produk
turunan kedelai impor seperti tahu, tempe, kecap, dan tauco juga merupakan
bahan makanan transgenik berbahaya. Ini berarti, tempe, tahu, dan tauco yang
kita makan sudah tidak aman lagi. Keadaan
ini sangat mengkhawatirkan karena hampir di seluruh penjuru Indonesia terdapat
makanan yang berbahan dasar kedelai. Bisa dibayangkan bagaimana jadinya nasib
kesehatan bangsa ini.
Indonesia
mengimpor produk transgenik seperti kedelai, jagung, dan kentang dari Amerika
Serikat, Kanada, Argentina dan Australia. Produk itu kebanyakan melenggang
masuk ke indonesia secara bebas tanpa proses penelitian dan uji keamanan.
Inilah salah satu “PR” kita agar dapat lebih cerdas dalam memilih makanan yang
halal dan menyehatkan.
Yang
lebih ironinya lagi, ketika masyarakat Uni Eropa melarang (membatasi) penanaman
dan mengimpor makanan “terkontaminasi” tanaman GM, Indonesia masih terus
mengimpor bahan makanan terebut bahkan untuk kedelai saja sampai 99 % dari kedelai
yang ada di dalam negeri. Sikap dari Uni Eropa ini didasari oleh tiga hal,
yakni manipulasi gen bertentangan dengan kodrat alami dan tidak etis. Hasilnya berbahaya
bagi manusia dan berdampak buruk bagi lingkungan.
Bahaya
selanjutnya adalah penggunaan anti biotik pada dunia kedokteran. Antibiotik
adalah senyawa yang dibuat dari mikroba alami atau sintesis untuk menghambat
perkembangan organism bakteri. Awalnya, antibiotik digunakan dalam berbagai
penyembuhan kasus penyakit. Pilek dan flu misalnya. Dokter ketika memeriksa dan
memberikan obat untuk pasien pasti akan menyertakan antibiotik sebagai
pelengkap utama dalam pengobatan. Begitu juga pada penyakit lain.
Ada
fakta yang mengerikan tentang antibiotik. Dalam penelitian, tim ilmuwan Yale
mempelajari 1.400 anak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
anak-anak yang menggunakan antiobiotik sejak dini dapat meningkatkan kasus asma
pada kanak-kanak. Anak
yang diteliti adalah mereka yang mendapat obat antibiotik sebelum genap usia
enam bulan. Anak-anak yang dilibatkan juga termasuk mereka yang dilahirkan dari
orang tua yang tidak mempunyai riwayat penyakit asma. Hasilnya adalah, semua
peneliti termasuk Dr Kari Risnes sebagai pimpinan peneliti menyerukan agar
menghindari penggunaan antibiotik dalam dunia kesehatan. Ini dikarenakan penggunaan
antibiotik, khususnya antibiotik spektrum luas, dapat mengubah flora mikroba
dalam usus, sehingga menyebabkan ketidakseimbangan dalam sistem kekebalan tubuh
dan rentan alami alergi sehingga menyebabkan asma.
Selain
bahan makanan (Beras, kedelai, jagung, dll) dan obat-obatan yang telah
disebutkan tadi, masih banyak lagi senjata pemusnah masal yang mengancam kita.
Dikatakan senjata pemusnah masal karena barang-barang ini dapat membunuh
manusia secara masal atau besar-besaran walau dalam jangka waktu yang panjang.
Semua
bahaya yang telah dipaparkan di atas, baru sebagian kecil dari seluruh bahaya
yang mengancam kita. Ini semua dimotori oleh PBB melalui WHO (badan kesehatan
dunia) dan FAO (badan pangan dunia) yang merancang sebuah program yang dinamai
Agenda 21.
Agenda
21 terimplementasi pada Codex Alimentarius dan secara global terlaksana pada 31
Desember 2009. Salah satu programnya adalah semua sapi perah di muka bumi ini wajib
diinjeksi dengan hormon pertumbuhan yang diproduksi oleh satu-satunya
perusahaan yakni Monsanto. Lebih jauh lagi, semua hewan ternak yang digunakan
sebagai bahan makanan di planet ini harus disusupkan bahan anti biotik khusus
dan hormon pertumbuhan buatan. Ini berarti susu yang kita dan anak kita minum
telah terkontaminasi mikroba berbahaya. Begitu juga ayam dan daging yang kita
makan menjadi tidak sehat lagi.
Salah
satu forum internasional yang membahas masalah ini adalah National Association
of Nutrition Professional (NANP- 2005 Conference) dan salah satu pesertanya Dr.
Rima Laibow dari Natural Solutions Foundation. Beliau mengatakan bahwa menurut perhitungan
WHO dan FAO, jika proyek mereka ini terus berjalan tanpa hambatan dan
terimplementasi pada 31 Desember 2009, maka akan berdampak pada minimum
kematian sekitar 3 miliar jiwa. Satu miliar lewat kematian secara langsung (mereka
ini adalah orang-orang yang gagal di mata para korporasi dunia atau katakanlah
miskin). Sisanya, 2 miliar jiwa akan menemui kematian akibat penyakit yang
sesungguhnya bisa dicegah, yakni kurang gizi.
Lantas,
siapa yang akan tetap hidup? Dr. Laibow berkata, “Hanya mereka yang kaya, yang
mampu menyuplai gizi dan vitamin dalam makanan mereka yang akan tetap bisa
hidup.” Lebih parahnya lagi, jika ada negara yg menolak untuk menerapkan codex
di negaranya, maka akan dikenakan sanksi ekonomi dari WTO. Inilah senjata
pemusnah masal yang sebenarnya dan telah meledak pada tanggal 31 Desember 2009.
Solusinya
adalah kita sebagai Umat Muslim harus pintar dalam memilih makanan dan
obat-obatan. Sebagaimana Allah SWT., telah berfirman:
“Maka makanlah yang
halal lagi baik dari rezki yang telah diberikan Allah kepadamu; dan
syukurilah nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya saja menyembah.”
(QS. An-Nahl: 114)
” Makanlah dari makanan yang baik-baik yang
telah Kami berikan kepadamu” (QS. Al Baqarah: 57)
Dari
dua ayat ini dapat kita ketahui bahwa Allah SWT., juga telah mengingatkan kita
bahwa dalam memilih makanan harus yang baik. Baik artinya mencukupi dari segi
kehalalan , gizi, dan kesehatan. Semoga Allah memberikan rahmat dan berkahnya
kepada kita semua, sehingga dapat terhindar dari makanan-makanan yang tidak
baik.
Wallaahu Alam...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar