Sabtu, 14 Juni 2014

SEPUCUK CINTA UNTUK KEKASIH


Banyak saudara kita yang saat ini cemas menanti siapa kekasih hatinya yang akan datang. Pria dan wanita lajang yang sedang resah dan ada juga yang susah payah mencari siapa calon pasangan hidupnya. Setiap malam sholat hajat dan istikhoroh. Kadang ada juga yang sampai terlintas dalam pikirannya, harus bagaimana lagi. Walau pun sebenarnya jodoh adalah rahasia Yang Maha Kuasa. 

Tanpa mereka sadari, bahwa di saat yang bersamaan ada saudaranya yang sudah lebih dahulu mendapatkan kebahagiaan itu. Mereka juga sedang bersusah payah mengejar keinginannya. Itulah keinginan terbesar dan terakhir yaitu memberikan kebahagiaan sang keksaih hati. Kalau sang isteri yang sholehah, maka ia akan berusaha sekuat tenaga dan kemampuannya untuk itu. Begitu juga sebaliknya, suami yang hebat dan sejati adalah yang akan selalu berusaha memberikan kebahagiaan untuk isteri dan anak-anaknya. 

Namun apakah semua yang mengalami ini sudah merasakan kepuasan dalam berusaha? Bisa diperiksa ulang, dalam setiap diri kita apakah sudah menempuh dan mencapai target? Renungkan ulang, segala yang kita usahakan untuk membahagiakan keluarga. 

Ada isteri yang sampai tidak makan hanya karena suaminya belum pulang. Isteri menunggu suaminya pulang kerja di meja makan, sambil memandangi masakannya. Beberapa menit sebelumnya bahkan sang isteri menahan kesukaan makanannya, dengan tidak memasak makanan kesukaannya. Demi membahagiakan suaminya yang menyukai makanan berbeda. 

Di saat yang bersamaan, suami tidak makan di kantornya bersama temannya. Karena ingat bahwa pada saat itu adalah waktu isterinya masak dan menyajikan makan untuknya. Itulah jadwal makan bersama isterinya di rumah. Sepanjang jalan banyak pedagang yang berjualan dan aroma makanan yang menggoda. Namun sang suami tetap pada tekadnya untuk bisa makan di rumah bersama isteri tercinta. 

Sehingga sampailah tiba saatnya, pintu rumah terbuka dengan diiringi salam. Seketika itu juga isteri tercinta beranjak dari tempat duduknya dan menyambut kedatangan suaminya. Bahagia sekali kedua insan ini. Dengan cinta, mereka mengorbankan keinginan masing-masing. Saling berusaha memberi kebahagiaan walau pun hanya melalui hal-hal kecil. 

Kebahagiaan besar yang dicita-citakan umat manusia, bisa tercapai setelah kebahagiaan kecil terwujud. Sesuatu yang kecil bisa menjadi awal dari sesuatu yang besar. Ini juga bisa dijadikan sebagai sarana untuk latihan dalam mencapai kebahagiaan dan cita-cita besar.

Rabu, 11 Juni 2014

Mencari Sosok Pemimpin Dambaan Ummat

(Antara Visi Ke-Islaman dan Ke-Indonesiaan)
Oleh Ahmad Yani el-Muchtary
(Ketua Umum At-Taqwa Centre Kota Cirebon)

Muqoddimah

Tantangan Ummat Islam Indonesia saat ini dihadapkan pada upaya pencarian sosok pemimpin yang menjadi dambaan ummat, yang akan mampu membawa perubahan ke arah yang lebih baik untuk Islam dan Indonesia. Sementara sebagian dari pemimpin (umara) bangsa dan negeri ini telah jauh terhempas dari harapan ummat, mereka terjurumus dalam jurang kehinaan (korupsi, kolusi, nepotisme dan pro kemaksiatan). Sebagian ulama yang seharusnya menjadi perekat ummat, dan mampu memberi nasehat serta peringatan kepada para pejabat, pemimpin dan bahkan penjahat di negeri ini, juga telah larut dalam kehidupan dunia, mereka terseok dan tergoda dengan politik transaksional yang hampir melupakan visi-misinya dalam mencerahkan ummat, justru sebaliknya malah memperdaya dan membingungkan ummat untuk kepentingan sesaat.
Ungkapan penulis tersebut sejalan dengan apa yang disampaikan al-Ghazali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin ( Juz 2 Hal : 351):

ففساد الرعايا بفساد الملوك, وفساد الملوك بفساد العلماء, وفساد العلماء باستيلاء حب المال والجاه, ومن أستولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على الأراذل فكيف على الملوك والأكابر والله المستعان على كل حل


"Sesungguhnya, kerusakan rakyat disebabkan oleh kerusakan para penguasanya, dan kerusakan penguasa disebabkan oleh kerusakan ulama, dan kerusakan ulama disebabkan oleh cinta harta dan kedudukan, dan barang siapa dikuasai oleh ambisi duniawi ia tidak akan mampu mengurus rakyat kecil, apalagi penguasanya. Allah lah tempat meminta segala hal."



Akankah kita membiarkan kondisi seperti itu, mari kita selamatkan Indonesia, dengan mencari sosok pemimpin dambaan ummat, yang memiliki visi keislaman dan kendonesiaan yang nyata, memiliki karakter dan landasan kepemimpinan Islami.

Urgensi Kepemimpinan bagi ummat Islam

Islam sebagai agama yang syamil, kamil dan mutakamil (menyeluruh, sempurna dan melengkapi) selalu hadir dan sesuai pada setiap saat dan tempat (sholihun likulli zaman wa makan), termasuk di negeri ini yang mayoritas berpenduduk Muslim. Untuk itu, Islam memiliki konsep tentang berbagai aspek kehidupan, termasuk tentang kepemimpinan. Islam sangat memperhatikan masalah kepemimpinan. Hal ini nampak dengan banyaknya terminologi pemimpin dalam literatur Islam, yaitu kata: imam, khalifah, malik, wali, amir, ro’in, sultan, rais, dan, ulil amri, yang hampir semua merujuk pada makna “pemimpin”. 

Menurut Quraish Shihab, imam dan khalifah dua istilah yang digunakan Al-Qur'an untuk menunjuk pemimpin. Kata imam diambil dari kata amma-ya'ummu, yang berarti menuju, dan meneladani. Kata khalifah berakar dari kata khalafa yang pada mulanya berarti "di belakang". Kata khalifah sering diartikan "pengganti" karena yang menggantikan selalu berada di belakang, atau datang sesudah yang digantikannya. Pemimpin berarti orang yang memimpin, sementara kepemimpinan biasanya terkait dengan gaya, pola dan sifat perilaku seseorang dalam memimpin.

Untuk itu, ummat Islam dimanapun berada, termasuk di negeri ini, kita tidak dapat melepaskan diri dari masalah kepemimpinan. Karena baik tidaknya suatu negeri sangat ditentukan juga oleh akhlak/perilaku pemimpinnya. Sebagaimana kata seorang penyair, Syauqi Bey:

Artinya: “Sesungguhnya kejayaan suatu umat (bangsa) terletak pada akhlaknya selagi mereka berakhlak dan berbudi perangai utama, jika pada mereka telah hilang akhlaknya, maka jatuhlah umat (bangsa) itu”.

Begitu pula Islam sebagai agama bagi mayoritas penduduk negeri ini akan tetap kokoh dan kuat apabila ditopang oleh kepemimpinan yang kuat, dengan kekuasaan yang melekat di dalamnya. Sebagaimana dikatakan Imam Ibnu Taymiyah “agama Islam tidak akan bisa tegak dan abadi tanpa ditunjang oleh kekuasaan, dan kekuasaan tidak bisa langgeng tanpa ditunjang dengan agama..”. Sedemikian erat kaitan agama dengan kepemimpinan, sehingga ummat Islam Indonesia harus mengambil peran dalam setiap suksesi kepemimpinan nasional.

Pernyataan Imam Ibnu Taymiyah tersebut sangat wajar dan sejalan dengan pengalaman sejarah. Misalnya Faham wahabi yang dirintis oleh Muhammad Abdul Wahab di Saudi Arabia sangat kuat dan berkembang karena langsung ditopang oleh penguasa Saudi Arabia (Dinasti Suud, Pendiri Kerajaan Saudi). Untuk kasus Indonesia pada masa orde baru, pemimpin nasionalis-sekuler dan otoriter, sangat membatasi kebebasan berpendapat dan berpolitik praktis bagi ummat Islam, berdakwah menyampaikan kebenaran Islam secara tegas, sampai dengan mengamalkan syariat Islam, seperti memakai jilbab di sekolah/instansi umum, sangat sulit dilakukan, bahkan dilarang). Untuk itu, dengan tidak harus mengatakan bahwa kekuasaan itu adalah segalanya, namun kepemimpinan yang berhubungan erat dengan kekuasaan, sangat menjadi penting bagi ummat Islam dalam melaksanakan visi misi kemaslahatan di dunia untuk di akhirat kelak.

Pemimpin Indonesia Dambaan Ummat: Visi Keislaman dan Ke-Indonesiaan

Visi Ke-Islaman dimaksudkan bahwa pemimpin yang menjadi harapan ummat seyogyanya harus memiliki visi ke-Islaman yang jelas dan nyata, karena diakui atau tidak mayoritas penduduk negeri yang akan diurus ini adalah ummat Islam, dan yang memiliki saham terbesar dalam berdirinya negeri ini juga ummat Islam, tentunya dengan tetap tidak mengesampingkan peran ummat lain, di luar Islam. Siapapun pemimpin di negeri ini, diharapkan memiliki integritas ke-Islaman yang dapat dipertanggung jawabkan. Ia harus memiliki kesalehan individu, sekaligus juga kesalehan sosial.
Allah SWT. berfirman dalam QS. 21, Al-Anbiya’: 73 “Kami telah menjadikan mereka itu sebagai pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami dan telah Kami wahyukan kepada, mereka mengerjakan kebajikan, mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, dan hanya kepada kamilah mereka selalu menyembah” 

Ayat tersebut juga di pertegas dengan QS. Al-Hajj: 77. “Hai orang-orang yang beriman, rukuklah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (QS. Al-Hajj: 77)

Pada ayat di atas, Allah SWT memberi perintah kepada orang beriman agar mampu membangun kesalehan personal dan sosial secara bersamaan agar senantiasa dalam kemenangan, ruku’ dan sujud merupakan cermin tertinggi dari pengabdian seseorang kepada Allah SWT, sedang ”berbuatlah kebaikan” merupakan indikasi kesalehan sosial, termasuk bagi seorang pemimpin.

Dalam kaitan inilah, ummat Islam harus memiliki kejelian dalam mencari dan memilih sosok pemimpin yang memiliki integritas keislaman yang baik (menyatunya kesolehan pribadi: imannya kuat, faham syariat, taat dan rajin ibadat dengan kesalehan sosial: selalu mengutamakan kepentingan umum (itsar), terutama masyarakat lemah, peduli sesama, memiliki teladan memberi (bukan meminta/dan mengambil secara tidak sah/korupsi), memiliki kemampuan dan kekuatan menjaga dan memberi keamanan kepada rakyat dari lapar dan ancaman, intimidasi maupun pengaruh asing), dll.

Termasuk visi Keislaman pemimpin dambaan ummat, ia juga memiliki keberpihakan terhadap agama Islam, bagaimana ia selalu berupaya dan memberi ruang dan kesempatan untuk tumbuh suburnya dakwah Islamiyah di Indonesia untuk menuju suatu negeri yang kuat, aman, dan sejahatera dalam ridlo dan ampunan Allah SWT (baldatun thayibatun wa rabbun ghofur). Ia juga diharapkan mampu berbuat adil terhadap elemen ummat Islam dan agama lain secara proporsional dan profesional, sehingga kerukunan ummat beragama tetap terjaga secara baik dan wajar.

Visi Ke-Indonesiaan

Pemimpin dambaan ummat untuk Indonesia, saat ini selain ia memiliki visi Ke-Islaman yang jelas dan nyata, juga ia harus memiliki visi Ke-Indonesiaan, yaitu: ia sangat memahami dan mempunyai solusi yang nyata terhadap persoalan yang sedang dihadapi Indonesia saat ini. Diantara masalah tersebut adalah: kemiskinan, kebodohan, penyakit, kerusakan moral, lemahnya daya saing, dan rendahnya martabat bangsa ini di mata dunia Internasional. Untuk itu figur kepemimpinan yang kita harapkan untuk Indoensia, ialah yang memiliki konsep pembangunan ekonomi yang mensejahteraakan kaum semua (ini untuk menekan angka kemiskinan), konsep dan strategi pembangunan bidang pendidikan (untuk meningkatkan Indeks Pendidikan manusia Indonesia yang masih rendah), Konsep dan startegi pembangunan bidang kesehatan, moral/akhlak-Pendidikan Agama dalam setiap lini dan tingkatan. Konsep dan strategi pembangunan bidang hubungan Internasional, ia memiliki jaringan yang baik dengan dunia Internasional dengan tanpa harus tunduk pada kepentingan asing.

Visi ke-Indonesiaan juga dimaksudkan bahwa pemimpin yang layak memimpin negeri ini adalah ia yang memahami keragaman budaya, suku, dan agama (tanpa melemahkan dan mengorbankan kepentingan yang mayoritas, Islam) dan tanpa harus menindas yang minor, ia mampu membumikan Islam yang Rahmatan Lil’alamin. Dengan tetap ia menjadi pengayom untuk semua secara proporsional dan profesional (berkeadilan).

Memiliki Karakter Kepemimpinan Islami

Islam sebagai ajaran dan pandangan hidup selain memiliki norma-norma yang sangat luhur tentang kepemimpinan, juga memiliki best practice (Contoh/teladan nyata) tentang akhlak/sifat pemimpin, seperti Rasululullah SAW dengan 4 sifat kepemimpinannya (Siddiq/benar, amanah/dipercaya, Tabligh/menyampaikan, dan Fathonah/cerdas).

Disamping contoh tersebut, pribadi kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. juga layak bagi ummat ini menjadi acuan. Berikut ini kita perhatikan intisari isi pidato pertama beliau sesaat setelah pelantikan (dibai’at sebagai khalifah, setelah Rasululullah SAW wafat.):

"Wahai sekalian manusia, kalian telah sepakat memilihku sebagai khalifah untuk memimpinmu:
• Aku ini bukanlah yang terbaik diantara kamu, maka bila aku berlaku baik dalam melaksanakan tugasku, bantulah aku, tetapi bila aku bertindak salah, betulkanlah.
• Berlaku jujur adalah amanah, berlaku bohong adalah khianat.
• Siapa saja yang lemah diantaramu akan kuat bagiku sampai aku dapat mengembalikan hak-haknya, insya Allah.
• Siapa saja yang kuat diantaramu akan lemah berhadapan denganku sampai aku kembalikan hak orang lain yang dipegangnya, insya Allah.
• Taatlah kepadaku selama aku taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Apabila aku tidak taat lagi kepada Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada kewajibanmu untuk taat kepadaku.“
• Sekarang berdirilah kalian untuk melaksanakan shalat semoga Allah merahmati kalian…

(Ibnu Hisyam, as-Sirah an-Nabawiyah 4/413-414, tahqiq Hamma Sa’id dan Muhammad Abu Suailik);

Dari isi piadto Abu Bakar Ash-Shiddiq ra. tersebut dapat diambil beberapa karakter/akhlak pemimpin Islami, yaitu: (Tawaddlu, mau dan mampu menjalin kerjasama, terbuka untuk menerima kritik dan saran, jujur dan amanah, adil dan memenuhi hak-hak rakyat, mampu memberantas kedzaliman, menunjukkan ketaatan kepada Allah SWT).
Memiliki Landasan Kepemimpinan Islami

1. Tidak mengambil orang kafir atau tidak beriman menjadi pemimpin yang mayoritas muslim. (QS. An-Nisaa: 144)
2. Tidak mengangkat pemimpin/wakil pemimpin dari orang-orang yang mempermainkan agama Islam; (QS. Al-Maidah: 57)
3. Pemimpin harus memiliki keahlian di bidangnya (kompeten);
4. Pemimpin harus bisa diterima (acceptable), mencintai dan dicintai umatnya, mendoakan dan didoakan oleh umatnya
5. Pemimpin harus mengutamakan, membela dan menda-hulukan kepentingan umat, menegakkan keadilan, melaksanakan syari'at, berjuang menghilangkan segala bentuk kemunkaran, kekufuran, kekacauan, dan fitnah. (QS. Al-Maidah: 8).
6. Pemimpin harus memiliki bayangan sifat-sifat Allah SWT yang terkumpul dalam Asmaul Husna dan sifat-sifat Rasul-rasulNya.

Penutup

Uraian tentang mencari sosok pemimpin dambaan ummat tersebut di atas sangat ideal dan normatif. Dalam penerapannya untuk agenda terdekat ummat Islam Indonesia, yakni memilih calon presiden dan Wakil Presiden, dengan kondisi dan situasi yang ada. Ummat Islam dituntut untuk lebih cerdas, jeli dalam mencari sosok pemimpin yang benar-benar mendekati ideal dari kriteria yang ada. Karena kedua-duanya membawa nama Islam dan menyatakan didukung oleh ummat Islam. Namun apabila belum ditemukan kriteria yang cocok pada calon pemimpin yang ada, bukan berarti kita tidak memilih (golput). Prinsipnya, mana diantara mereka yang dimungkinkan akan membawa maslahat/kebaikannya lebih besar untuk ummat/rakyat dan mana yang akan mampu menekan madharatnya/kerusakan sekecil mungkin bagi ummat (Islam) dan lainnya. Sosok calon pemimpin yang mana yang visi ke-Islaman dan Ke-Indonesiaannya lebih baik, dintara yang ada. Untuk semua itu, perlu pemimpin yang kuat, tegas-lugas, wibawa, visioner, amanah dan jujur serta mampu mensejahterakan rakyat Indonesia. Selebihnya kita shalat Istikhoroh, mohon petunjuk kepada Allah SWT, Semoga Dia menganugerahkan petunjuk-Nya kepada kita, mana pemimpin yang terbaik untuk agama, bangsa dan negeri ini. Wallahu a’lam bi al-shawwab.


Selasa, 18 Maret 2014

Ulama Afganistan Belajar Pancasila

YOGYAKARTA – Sebanyak 12 ulama terkemuka dari 12 provinsi di Afganistan berkunjung ke Kampus UGM untuk mempelajari Pancasila secara lebih mendalam. Kedatangan mereka yang dipimpin dari Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) ini berdiskusi dengan para pakar UGM untuk mengetahui lebih jauh perkembangan kehidupan toleransi antar umat beragama di Indonesia.

Rektor UGM Prof. Dr. Pratikno, M.Soc., Sc mengatakan kunjungan delegasi dari Afganistan ini memang sengaja untuk mempelajari Pancasila dan kehidupan multikultural masyarakat Indonesia yang bisa hidup rukun dan damai. “Sebagai negara penduduk muslim terbesar, masyarakat muslim Indonesia bisa berdampingan dengan non muslim. Bahkan Borobudur dan Prambanan adalah  peninggalan agama Budha dan Hindu di sini,” kata Pratikno saat menerima kunjungan delegasi Afganistan di ruang multimedia, Kamis (19/9).

Seraya menerangkan keberadaan UGM sebagai kampus yang menampung anak-anak muda dari berbagai agama, suku, dan budaya, memiliki mandat untuk mengembangkan pengetahuan dan teknologi untuk kemajuan bangsa. Lebih dari itu, UGM juga diberi mandat menjaga kebudayaan, toleransi dan multikultural. “Karena itu di sini ada Pusat Studi Pancasila, Program Studi Lintas Agama dan Budaya, dan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian,” katanya.

Peneliti Senior Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Prof. Dr. Sutaryo, mengatakan Indonesia dan Afganistan sama-sama memiliki mayoritas penduduk muslim. Bedanya, Indonesia memiliki lebih dari 800 jenis ragam budaya dan 500 bahasa yang dapat dipersatukan lewat Pancasila. “Di Afganistan, bukan perkara agama, tapi kondisi politik dan sosial yang membuat mereka terbelah,” imbuhnya.

Dr. Fazal Gahani, salah seorang ketua tim delegasi Afganistan mengatakan kondisi Afganistan saat ini tidak seperti yang diberitakan oleh media asing yang menyebutkan di Afganistan masih adanya perang, bom bunuh diri dan konflik antar kelompok bertikai. Padahal menurutnya setiap ulama di Afganistan dalam setiap ceramahnya selalu menyampaikan pesan pentingnya menjaga perdamaian. “Sesama ulama kita selalu mengajak semua ulama bersatu dan memberi pengertian agat rakyat juga ikut bersatu,” ujarnya.

Dia menambahkan, mayoritas  rakyat Afganistan cinta damai, namun masuknya negara asing yang menjadikan konflik antar kolompok di Afganistan tidak pernah usai. Bahkan negara luar tersebut berkompetisi memperebutkan sumber ladang minyak dan gas bumi. “Banyak tambang minyak dan gas bumi yang belum dieksplorasi karena masalah keamanan,” imbuhya.

Selain mengajak ormas Islam dan akademisi UGM ikut berkontribusi merealisasikan perdamaian di Afganistan, ia juga berharap UGM juga membantu pendidikan di Afganistan. Pasalnya negara ini masih kekurangan tenaga pengajar. “Kami masih kekurangan dosen dan guru, saya kira Indoneia bisa bantu dosen dan guru belajar di sini,” harapnya.

Hal senada juga disampaikan Shafiullah Sahfi, ulama dari propinsi Nooristan yang berharap ormas Islam segera bergerak membantu perdamaian di negaranya. “Tahun 2014 tentara asing akan keluar dari Afganistan. Banyak rakyat yang senang, tapi ada juga khawatir jika tentara asing keluar, Afganistan jadi tidak aman,” katanya.

Wakil Sekjen PBNU, Abdul Munim, mengatakan 12 ulama dari Afganistan ini sengaja didatangkan ke Indonesia untuk mengetahui lebih jauh tentang Pancasila yang diyakini sebagai pemersatu kehidupan masyarakat Indonesia yang terkenal majemuk. “Mereka tahu Indonesia bisa rukun karena Pancasila. Mereka ingin belajar, karena mereka yang hanya punya satu agama saja tidak bisa rukun dan saling bertengkar,” kata Munim ditemui disela-sela memimpin kunjungan rombongan ulama Afganistan.

Selain berkunjung ke UGM, kata Munim, rombongan ulama Afganistan ini juga berkunjung ke lokasi pesantren di Surabaya dan Yogyakarta serta bertemu tokoh agama.  (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Sumber: http://ugm.ac.id/id/berita/8233-ulama.afganistan.belajar.pancasila