Oleh : Dr. H. Agus Alwafier,.
By,. MM
“Almuslimul qowiyyu khaerun minal muslimiddhoif”
“Muslim yang kuat itu lebih
baik dari pada muslim yang lemah”
Negeri kita ini kaya dengan sumber daya alam,
tetapi rakyatnya banyak yang miskin. Sekalipun dalam statistik yang di
keluarkan BPS tercatat bahwa kemiskinan
di negeri kita menurun dengan kriteria yang berubah-rubah tahun 2012 sebesar 13
% tetapi pada kenyataannya dilapangan justru semakin banyak diperkirakan tahun
2013 justru menjadi 20 %. ini sesuatu yang ironis dan paradoks. Seperti yang
sering dikatakan Cak Nur (Prof. Dr.
Nurcholis Majid) bahwa memang di negri kita ini banyak hal yang paradoks,
pertama dikatakan bahwa negeri kita itu kaya tetapi masyarakatnya miskin dan kedua jumlah
penduduknya sangat basar tetapi kualits SDM rendah. Sejalan dengan pendapat
Prof Ali Yafie yang cukup poluler
bahwa kondisi masyarakat Muslim Indonesia “
katsir fil ‘adat wa qolil fil ‘udah” (banyak secara kualntitas, tetapi
sedikir secara kualitas). Dan ketiga bahwa masyarakat dan yang terkenal sangat
religieus dan mengagungkan nilia-nilai spiritual tetapi pada kenyataannya
pelanggaran moral KKN terjadi dimana-mana. Kondisi ini terus terjadi bahkan
semakin merajalela terutama dilembaga birokrasi baik eksekutif, legislatif
maupun yudikatif dan lemba BUMN. Dan kini
ditambah lagi terjadinya krisis finansial global yang juga berdampak
terhadap lebih susahnya perekeonomian negeri kita tentunya kemiskinan semakin
parah dan ini lebih dari 95 prosennya adalah umat Islam. Pada hal Islam tidak memuji kemiskinan sebagai
kondisi terbaik. Ketaqwaan seseorang tidakl mensyaratkan kemiskinan sebagai
jalan hidup bertapaan (taqasyuf) seperti yang dikenal agama lain. Tetapi justru
Islam menghendaki agar ummatnya berkecukupan secara ekonomi sehingga mampu
melaksanakan rukun islam secara sempurna. Allah Swt telah menganugerahkan
kepada Nabi Muhammad Saw bahwa beliau dahulunya adalah orang miskin, lalu dia
dijadikan Allah Swt. kaya dan berkecukupan. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Ad-dluha ayat 8 “ Dan Dia (Allah)
mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan lalu Dia memberikan kehidupan yang
berkecukupan”. Dalam alqur’an bahwa harta (al Mal) dipandang
sebagai lambang kehidupan (al-Kahfi, 46) bahkan sebagai sesuatu yang baik atau
al Khair ( al-‘Adiyat, 8) dan keutamaan atau fadhl ( al-Jum’ah, 10) dll. Hal itu dapat menjadi dasar bahwa harta dan kekayaan itu tak boleh dibenci dan hasrat
untuk memiliknya tak boleh dimatikan,
hanya saja perlu dijinakkan melalui ajaran qona’ah dan sodaqoh yang akan
menudukung kepekaan dan kepedulian sesial demi kesejahteraan umat dan
bangsa. Memang harta dan kekayaan itu
tidak menjadi ukuran dan penentu kemuliaan, tetapi penentunya adalah iman dan
taqwa ( al-Hujurat, 13) “inna akromakum
‘inda Allahi atqokum” (sesungguhnya orang yang paling mulia disisi Allah
hanyalah mereka yang beriman dan bertaqwa).
Namun seperti yang disebut oleh Nabi bahwa “Sebaik-baik harta adalah
harta yang dipelihara oleh orang yang taqwa”. Dalam persepektif ini orang kaya
yang penuh syukur (al-ghaniyyu was syukru)
itu akan lebih baik dan lebih produktif ketimbang orang fakir yang penyabar (al- fakir was shobri).
Langkah
strategis (siasat) pengentasan kemiskinan
1. Pengembangan Sumber Daya Umat
Pengembangan Sumber Daya Umat adalah sebuah pilihan strategis, dimana
proses pembangunan harus seimbang,
dinamis dan berkesinambungan, tentunya harus dilakukan oleh SDM yang
berkualitas. Setiap kita dituntut harus
berupaya mengembangkan diri agar dapat eksis dan survive. Dalam hal ini Mechael J Mazzar menyebut abad
globalisasi ini sebagai “the age of
empowerment” yang menuntut kita untuk terus membangun tidak saja untuk
keberdayaan tetapi sekaligus keberjayaan dalam percaturan era yang semakin
kompetitif. Setiap individu maupun organisasi dituntut menciptakan
keunggulan-keunggulan, tidak saja keunggulan komparatif ( comparative
advantage), tetapi juga lebih penting lagi adalah keunggulan kompetitif atau
daya saing ( competitive advantage) tentunya pada saat ini siapa yang mampu
menciptakan keunggulan dan daya saing tinggi, maka ia akan keluar sebagai
pemenang dalam percaturan global.
Dalam Islam kita diperintahkan untuk mampu barsaing dan mambangun kehidupan
ini dengan baik bahkan terbaik. Karena kita adalah mahluk Allah terbaik (ahsani taqwim) bahkan diperintahkan bekerja dengan kualitas terbaik (ahsanu ‘amala) hal ini dikemukakan oleh
Allah dalamat kalimat superlatif yang
mengandung semangat kompetisi. Pembangunan SDM wajib diupayakan untuk mencapai
khaeru ummat (umah terbaik), disebut dalam Surat Ali Imron ayat 110 “ Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan
untuk manusia, manyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar serta
beriman kepada Allah SWT.”
Menurut Sayyid Qutub bahwa yang
dimaksud umat terbaik adalah umat yang benar dari segi aqidah dan ibadah serta
kuat dari segi ekonomi dan politik, sehingga mereka mampu memegang kendali
kepemimpinan dunia ( al-qiyadah
al-basyariyah) seperti dibuktikan oleh Rasulullah Saw dan kaum muslimin
pada awal periode Islam. Dan bahwa
kunci kekuatan khaeru ummah itu terletak
pada kemampuan melakukan tiga hal yakni amar ma’ruf, nahi munkar dan iman. Ketiganya difahami Sayyid Qutub sebagai ciri
atau karakteristik dasar komunitas Islam.
Amar ma’ruf dapat difahami sebagai humanisasi yaitu program pemberdayaan ( empowerment) dan peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Nahi munkar
difahami sebagai liberasi yaitu
ihtiar untuk membebaskan umat dari kedzaliman dan berbagai pelanggran
moral. Sedangkan Iman bermakna transendensi yaitu seruan agar manusia
tidak melupakan komitmen dan perjanjian primordialnya dengan Allah swt. Pada
humanisasi terkandung penguatan intelektual sedangkan pada liberasi terkandung
penguatan moral sementara pada trnsendensial terkadung penguatan
spiritual. Inilah ketiga hal yang akan
membangun kekuatan umat yakni kekutan intelektual, moral dan spiritual. Dan
dengan ini pula manusia, baik sebagai individu maupun sebagai umat akan
bertahan hidup (survive) dalam maju, sejahtera dan berperadaban
2. Mempekuat Iman dan Taqwa
Pembangunan sosial ekonomi itu terkait dengan pengembangan nilai-nilai iman
dan taqwa dalam perspektif ini difahami bahwa tanpa kekuatan iman dan taqwa
maka persoalan sosial, termasuk persoalan kemiskinan akan tidak mungkin bisa
terpecahkan secara utuh. Iman adalah
pangkal dari segala kebaikan agama. Terminologi iman memiliki akar kata sama
dengan al Amn (rasa aman) dan al Amanah (dapat dipercaya). Jadi iman mengandung
makna sikap mempercayai Allah atau menaruh kepercayaan kepada Allah dengan
sikap batin yang kuat tanpa keraguan sedikitpun sehingga timbul rasa aman,
tentram dan berserah diri (tawakkal) serta kembali ke jalanNya (raja’a atau
anaba). Karena menaruh keparcayaan
kepada Allah maka tentu harus berprasangka baik, khusnudzan (positive thingking) kepada Allah dengan
sikap optimistik (penuh harap) terhadap rahmat, ampunan dan ridloNya.
Rasyid Ridlo memahami iman sebagai sikap mempercayai
Allah yang sangat kuat disertai ketundukan jiwa atau kepatuhan secara total
kepadaNya. Kepatuhan kepada Allah dengan menerima dan menjalankan semua ajaran
yang dibawa Rasulullah saw merupakan
syarat mutlak iman. Karena itu tidak
dinamakan iman apabila tidak disertai tindakan atau perbuatan yang menjadi
kelanjutan logisnya. Menurutnya bahwa orang yang tidak melakukan amal lantaran
bodoh atau tidak mengerti (jahil) maka ia fasik. Sementara orang yang tidak
melakukan kawajiban agama karena menentang kepada Allah maka ia kafir.
Keimanan itu menuntut untuk islam yaitu sikap tunduk dan patuh kepada Allah
SWT. dalam hal ini menurut Mahmud Syaltut harus diupayakan
melalui lima hal : pertama ketundukan
secara mutlak kepada Allah swt. (Adzdzariyah
56.). Kedua sosial dengan membangun hubungan dan kerjasama yang baik
dalam kebajikan dan taqwa (al Maidah 2).
Ketiga akhlakul karimah dengan
menjaga kesucian diri dan keluhuran budi pekerti (as-syams 7-10). Keempat
dakwah dengan mengajak mnusia ke jalan Allah melalui tausyiyah dan amar ma’ruf
nahi munkar (ali Imron 104). Kelima ikhlas dengan mengorientasikan semua
aktifitas demi dan untuk Allah swt. semata.
Iman dalam wujud seperti ini akan membebaskan manusia dari kehampaan
spiritual seperti banyak dialami oleh masyarakat, maka dengan iman dan amal
sholeh akan merasakan hidupnya penuh makna dan penuh berkah bahkan penuh
kebahagiaan dan kedamaian lantaran ia merasa dekat dengan Allah Swt. atau
merasa berada di orbitnya. Perasaan
dekat ini akan mempertinggi keyakinan untuk mendapatkan berkah, rizki dan
rahmat dari Allah swr. Seperti
digambarkan dalam surat al ‘Arof 96 : “Jika sekiranya penduduk negeri beriman dan
bertaqwa pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat Kami, maka kami siksa mereka karena
perbuatannya”.
Merujuk kepada ayat ini dimana keberkahan itu timbul dan melimpah manakala
pengelolaan terhadap sumber-sumber kekayaan alam itu dilakukan dengan prinsip
iman dan taqwa. Iman dalam arti tauhid
berarti membebaskan manusia dari keterkungkungan hawan nafsu dan ketundukan
kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah dan orang seperti ini layak menjadi
khalifah dimuka bumi. Sedangkan taqwa
berarti sikap hati-hati waspada dan penuh perhitungan. Dengan prinsip taqwa berarti seorang akan
bertindak jujur, disiplin dan teliti serta terhindar dari tindakan yang
bersifat ceroboh dan sewenang-wenang. Taqwa juga memgandung makna adil,
tanggung jawab. Dan sikap ini jelas akan membuat seorang lebih produktif baik
bagi kesejahteraan dirinya maupun kesejahteraan orang lain atau umat.
3. Membangun moral dan akhlak
Krisis ekonomi dan kemiskinan yang melanda bangsa ini juga disebabkan
karena kebangkrutan moral dan sosial masyarakat. Dalam perspektif ini salah
satu solusinya yakni melalui perbaikan moral dan akhlak bangsa. Ini menjadi urgen karena adanya perkembangan modernisasi
dalam era globalisasi yang meinmbulkan banyak ekses dan terjadi perubahan nilai
ditengah masyarakat dan juga banyaknya prilaku menyimpang dan pelanggaran moral
yang menyebabkan bangsa ini kian terpuruk.
Seperti kita maklum bahwa misi Rosulullah saw adalah membangun kualitas
moral (ahlakul karimah). Ini
mengandung makna bahwa akhlak merupakan hal yang sangat penting dan utama dalam
islam. Akhlak dapat dikatakan sebagai inti dari agama. Seseorang tidak dapat dikatakan beragama bila
tidak berahlak dan agama harus melahirkan keluhuran budi dan akhlakul karimah
sehingga mendatangkan kebaikan dan berpengaruh secara moral dan sosial dalam
kehidupan. Dalam pengembangan akklak
diperlukan idealisme tinggi. Idealisme adalah komitmen kita untuk selalu berpihak
kepada yang baik. Kita sadar bahwa dalam
filsafat kehidupan dimana kita selalu diliputi oleh konplik antara kebaikan dan
keburukan, ini adalah inti dari
kehidupan sehingga dalam konflik ini kita harus berpihak kepada kebaikan
dan inilah idealisme. Dalam pengembangan akhak ini diperlukan
langkah-langkah yaitu : pertama memahami nilai baik dan buruk, kedua
menciptakan lingkungan kondusif dirumah,
di sekolah, di lingkungan masyarakat, di kalangan pemerintah dsb.nya., ketiga
keteladanan para tokoh sebagai desain yang sempurna atau master plan.
Keteladanan pemimpin sangat penting ditengah masyarakat kita yang masih
paternalistik yaitu bangsa yang mudah mengikuti tindak tanduk para pemimpinnya,
karenanya pengembangan akhlak menemui kesulitan apabila para pemimpin dan tokoh
masyarakat yang seharusnya menjadi teladan justru nyaris edan, mereka tanpa rasa malu melakukan tindakan-tindakan
yang tidak terpuji yang merugikan umat dan
bangsa.
4. Membangun budaya etos kerja yang kuat
Para ilmuan seperti Max Weber dan
Robert N Billah mengatakan bahwa terdapat
hubungan korelasi yang positif antara agama dengan kemajuan ekonomi dan
produktifitas kerja. Dalam sejarah kita bisa melihat misalnya pada masa
kejayaan Islam di Jawa, pada saat itu
para pengusaha dan pedagang yang maju dan sukses adalah kaum muslimin yang
berlatar belakang santri yang berarti ada korelasi positif antara kesantrian
dan kemajuan ekonomi. Meskipun kemudian
tradisi dan kultur yang baik ini diporak porandakan oleh kolonial yang
mengajarkan fatalisme dan penolakan terhadap kemajuan dunia. Karenanya kita harus mengembangkan kultur dan
etos kerja yang relevant dengan tuntutan zaman.
Doktrin Islam tentang kerja (‘amal) sungguh sangat kondusif bagi
kemajuan masyarakat dimana setiap orang yang beriman lalu dituntut untuk
bekerja keras (beramal sholeh), bahkan dalam sabda Rasulullah Saw. “Iman bukanlah angan-angan tetapi sebuah
komitmen dalam hati yang menuntut pembuktian kerja atau amal”. Jadi bekerja dalam Islam adalah ibadah dan
panggilan Allah Swt. (calling from within),
tugas suci dan mulia yang wajib ditunaikan. Sebagai panggilan Tuhan, kerja dan
amal harus dilakukan dengan penuh kesungguhan dan dengan disiplin tinggi dan
dengan niat atau motivasi yang tinggi.
Bahkan di era global dimana merupakan cirinya yang dominan adalah
persaingan (kompetitif), maka jika kita tidak mampu bersaing akan tertinggal
dan ini merupakan sunnatullah yang tidak bisa ditawar. Islam mengajarkan kita untuk “berlomba dalam kebaikan” (fastabiqul
khaerat). Maka untuk menjadi
pemenang dalam perlombaan itu diperlukan mentalitas dan kesiapan yang matang
untuk berlomba dan berkompetisi, bekerja keras yang berorientasi pada kualitas
kerja dan kualitas karya. Dan kompetisi itu harus dalam hal kebaikan dan
kemasalahatan umat (fidunya hasanah wafil
akhiroti hasanah) dan juga harus ihsan (bekerja optimal dan sebaik mungkin)
baik in put, proses dan out putnya.
Usaha pengentasan kemiskinan yang melanda dahsyat negeri kita ini adalah
menjadi tugas dan kewajiban kita sebagai Umat Islam sebagai perwujudan dari
ibadah dan pengabdian kepada Akllah Swt. setidaknya setiap kita ambil bagian
melalui tiga M yakni merasakan
penderitaan orang miskin, memikirkannya dan mengambil solusi pemecahannya juga
mendorong orang lain untuk ikut serta membantu fakir dan miskin. Dan secara
ektrim dapat dikatakan bahwa apabila
kita tidak mau terlibat dalam usaha mengatasi kemiskinan, maka kita tidak layak lagi disebut
sebagai kaum beriman tetapi
disebutnya sebagai pendusta agama ( al Ma’un).
Wallahu ‘alam bishshowab.
x