Telah
banyak kajian tentang dunia Islam, dari mulai ilmu kalam, ushul fiqih, hadits,
tasawuf, dan banyak lagi bidang-bidang kajian dalam Islam. Satu sama lain
saling terikat dan ada beberapa yang wajib, sunnah, makruh, dan bahkan ada yang
hanya beberapa orang saja yang boleh mempelajarinya.
Salah
satu yang menarik dan sempat membuat dunia Islam terguncang adalah dunia
tasawuf. Pada saat itu, banyak guru-guru mursyid dalam tasawuf seperti Ibnu
Arabi, Abdul Qodir al jailani, Jalaludin Rumi, dan masih banyak nama-nama guru
besar sufi lainnya. Di Indonesia ada yang namanya Syekh Siti Jenar dan beberapa
sufi besar lainnya.
Baik
dalam maupun luar negeri, ternyata ada beberapa dari para sufi tersebut yang
dihukum oleh karena dianggap telah melakukan kesalahan dan menyebarkan paham
yang sesat. Al hallaj, Ibnu Arabi, dan ada juga dari Indonesia yaitu Syekh Siti
Jenar. Sufi-sufi tersebut dianggap telah menyebarkan paham yang dianggap sesat
oleh sebagian kalangan.
Al
hallaj misalnya yang terkenal dengan paham Wahdat
Al Wujudnya. Kemudian Syekh Siti Jenar dengan paham Manunggal Ing Kaulo Gusti. Kedua paham ini sama-sama dipegang oleh
keduanya dengan definisi bahwa manusia telah bersatu dengan Tuhannya.
Pada
suatu ketika Al hallaj kedatangan tamu dan bertanya apakah di rumahnya ada
orang yang bernama Al hallaj. Kemudian Al hallaj menjawab bahwa tidak ada orang
yang bernama Al hallaj. Tetapi ada juga Tuhan. Ini berarti dia menganggap bahwa
dirinya adalah Tuhan kalau kita lihat sepintas.
Kemudian
Syekh Siti Jenar juga menyatakan hal yang sama. Dalam kitab yang pernah
ditulisnya beliau menuliskan lafadz Laa
Ilaaha Illa Anaa yang berarti Tiada Tuhan Selain Aku. Inilah salah satu hal
yang menyebabkan Syekh Siti Jenar dihukum mati oleh para wali karena disamping
itu beliau juga mengajarkan pahamnya kepada murid-muridnya yang sebagian besar
adalah orang-orang awam.
Jika
secara sepintas kita simak, kedua sufi ini telah mengaku bahwa dirinya adalah
Tuhan. Namun sebenarnya dari kedua paham ini tidak ada yang salah. Hanya saja,
tidak tepat dalam penggunaannya. Syekh Siti Jenar mengajarkan pahamnya kepada
orang-orang awam yang baru mengenal Islam, sehingga murid-muridnya tidak lagi
melaksanakan sholat. Begitu juga dengan Al hallaj yang mengajarkan pahamnya
kepada orang yang belum mendalami betul dunia tasawuf secara sempurna.
Akhirnya, pihak-pihak yang berwenang pada saat itu memutuskan untuk menghukum
mati sufi-sufi tersebut karena membahayakan umat.
Alasan
kuat para wali untuk menghukum mati Siti Jenar, secara umum adalah karena telah
mengajarkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Sebagai analogi, misalkan ada
orang yang mengetahui (mohon maaf) isi yang ada di dalam rok perempuan.
Kemudian dia mengatakan dan membuka pandangan anak kecil tersebut tentang hal
yang ada di dalamnya. Apa yang ia katakan dan perlihatkan kepada anak kecil
tersebut adalah benar karena memang begitu adanya. Namun yang menjadi masalah
adalah yang melihat tersebut adalah anak kecil
dan belum pantas untuk melihatnya. Sama halnya dengan apa yang Syekh
Siti Jenar ajarkan kepada murid-muridnya. Sebagai murid tentu masih awam
terhadap Ilmu-Ilmu Islam. Akan tetapi, mereka diberi pelajaran yang di luar
kemampuannya.
Kemudian
lebih khusus kepada paham kesatuan diri dengan Tuhan. Ternyata bisa dijawab
dengan filosofi bentuk biji dari buah tanaman saga. Biji dari tanaman ini
berukuran menyerupai kedelai dan berwarna merah pada bagian satu dan hitam pada
bagian sebelahnya.
Berdasarkan
hasil dialog saya dengan Bapak drh. H. Bambang Irianto, salah seorang pewaris
kebudayaan Cirebon dari Keraton
Kasepuhan, beliau mengatakan bahwa warna biji tersebut mengandung makna
“Satu Tan Tunggal” yang artinya satu tetapi tidak menyatu. Ini dapat kita lihat
dari biji saga tersebut. Bagian biji yang berwarna merah terlihat menyatu
dengan bagian yang berwarna hitam. Tetapi walau menyatu, kedua bagian tersebut
tetap tidak menjadi satu. Karena antara warna hitam dengan merah tetap masih
ada sekat yang memisahkannya.
Inilah
kesimpulannya bahwa baik itu paham Manunggal
Ing Kaulo Gusti, maupun Wahdat Al
Wujud, keduanya adalah paham yang pada dasarnya benar. Namun karena salah
penempatan, sehingga menjadi sebuah kesalahan yang sangat besar dan menyebabkan
para pencetusnya harus dihukum mati agar paham tersebut tidak sampai menyebar
luas kepada orang-orang yang masih awam terhadap Agama Islam.
Wallaahu Alam bi Showaab…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar