Minggu, 10 Juni 2012

TAUHID BIJI SAGA



Telah banyak kajian tentang dunia Islam, dari mulai ilmu kalam, ushul fiqih, hadits, tasawuf, dan banyak lagi bidang-bidang kajian dalam Islam. Satu sama lain saling terikat dan ada beberapa yang wajib, sunnah, makruh, dan bahkan ada yang hanya beberapa orang saja yang boleh mempelajarinya.
Salah satu yang menarik dan sempat membuat dunia Islam terguncang adalah dunia tasawuf. Pada saat itu, banyak guru-guru mursyid dalam tasawuf seperti Ibnu Arabi, Abdul Qodir al jailani, Jalaludin Rumi, dan masih banyak nama-nama guru besar sufi lainnya. Di Indonesia ada yang namanya Syekh Siti Jenar dan beberapa sufi besar lainnya.
Baik dalam maupun luar negeri, ternyata ada beberapa dari para sufi tersebut yang dihukum oleh karena dianggap telah melakukan kesalahan dan menyebarkan paham yang sesat. Al hallaj, Ibnu Arabi, dan ada juga dari Indonesia yaitu Syekh Siti Jenar. Sufi-sufi tersebut dianggap telah menyebarkan paham yang dianggap sesat oleh sebagian kalangan.
Al hallaj misalnya yang terkenal dengan paham Wahdat Al Wujudnya. Kemudian Syekh Siti Jenar dengan paham Manunggal Ing Kaulo Gusti. Kedua paham ini sama-sama dipegang oleh keduanya dengan definisi bahwa manusia telah bersatu dengan Tuhannya.
Pada suatu ketika Al hallaj kedatangan tamu dan bertanya apakah di rumahnya ada orang yang bernama Al hallaj. Kemudian Al hallaj menjawab bahwa tidak ada orang yang bernama Al hallaj. Tetapi ada juga Tuhan. Ini berarti dia menganggap bahwa dirinya adalah Tuhan kalau kita lihat sepintas.
Kemudian Syekh Siti Jenar juga menyatakan hal yang sama. Dalam kitab yang pernah ditulisnya beliau menuliskan lafadz Laa Ilaaha Illa Anaa yang berarti Tiada Tuhan Selain Aku. Inilah salah satu hal yang menyebabkan Syekh Siti Jenar dihukum mati oleh para wali karena disamping itu beliau juga mengajarkan pahamnya kepada murid-muridnya yang sebagian besar adalah orang-orang awam.
Jika secara sepintas kita simak, kedua sufi ini telah mengaku bahwa dirinya adalah Tuhan. Namun sebenarnya dari kedua paham ini tidak ada yang salah. Hanya saja, tidak tepat dalam penggunaannya. Syekh Siti Jenar mengajarkan pahamnya kepada orang-orang awam yang baru mengenal Islam, sehingga murid-muridnya tidak lagi melaksanakan sholat. Begitu juga dengan Al hallaj yang mengajarkan pahamnya kepada orang yang belum mendalami betul dunia tasawuf secara sempurna. Akhirnya, pihak-pihak yang berwenang pada saat itu memutuskan untuk menghukum mati sufi-sufi tersebut karena membahayakan umat.
Alasan kuat para wali untuk menghukum mati Siti Jenar, secara umum adalah karena telah mengajarkan sesuatu yang tidak pada tempatnya. Sebagai analogi, misalkan ada orang yang mengetahui (mohon maaf) isi yang ada di dalam rok perempuan. Kemudian dia mengatakan dan membuka pandangan anak kecil tersebut tentang hal yang ada di dalamnya. Apa yang ia katakan dan perlihatkan kepada anak kecil tersebut adalah benar karena memang begitu adanya. Namun yang menjadi masalah adalah yang melihat tersebut adalah anak kecil  dan belum pantas untuk melihatnya. Sama halnya dengan apa yang Syekh Siti Jenar ajarkan kepada murid-muridnya. Sebagai murid tentu masih awam terhadap Ilmu-Ilmu Islam. Akan tetapi, mereka diberi pelajaran yang di luar kemampuannya.
Kemudian lebih khusus kepada paham kesatuan diri dengan Tuhan. Ternyata bisa dijawab dengan filosofi bentuk biji dari buah tanaman saga. Biji dari tanaman ini berukuran menyerupai kedelai dan berwarna merah pada bagian satu dan hitam pada bagian sebelahnya.
Berdasarkan hasil dialog saya dengan Bapak drh. H. Bambang Irianto, salah seorang pewaris kebudayaan Cirebon dari Keraton  Kasepuhan, beliau mengatakan bahwa warna biji tersebut mengandung makna “Satu Tan Tunggal” yang artinya satu tetapi tidak menyatu. Ini dapat kita lihat dari biji saga tersebut. Bagian biji yang berwarna merah terlihat menyatu dengan bagian yang berwarna hitam. Tetapi walau menyatu, kedua bagian tersebut tetap tidak menjadi satu. Karena antara warna hitam dengan merah tetap masih ada sekat yang memisahkannya.
Inilah kesimpulannya bahwa baik itu paham Manunggal Ing Kaulo Gusti, maupun Wahdat Al Wujud, keduanya adalah paham yang pada dasarnya benar. Namun karena salah penempatan, sehingga menjadi sebuah kesalahan yang sangat besar dan menyebabkan para pencetusnya harus dihukum mati agar paham tersebut tidak sampai menyebar luas kepada orang-orang yang masih awam terhadap Agama Islam.
Wallaahu Alam bi Showaab…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar