Buletin Jumat, 25 Mei 2012
Meraih Kebahagiaan
Hidup
Oleh: Wahyudin el-Muchtary, S.Ag
(Sekretaris LAZISWA At-Taqwa Kota Cirebon)
Segala puji bagi Allah SWT., pemilik jagat raya ini yang telah menciptakan kehidupan
manusia dengan berbagai fasilitas yang dianugrahkan-Nya. Dialah
yang memberikan kenikmatan yang tak terbatas jumlahnya. Maha pengasih dan
penyayang kepada seluruh makhluk-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurahkan
kepada kekasih-Nya yang selalu berjuang dan memberikan tuntunan dan suri
tauladan kepada seluruh insan yaitu Nabi Besar Muhammad saw.
Kebahagiaan adalah idaman semua orang
yang hidup dan menjalani kehidupan. Banyak orang yang melakukan berbagai
usaha dan aktifitas demi meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Ada orang yang
berupaya meraih harta kekayaan sebanyak-banyaknya, mencari popularitas,
menyandang gelar setinggi-tingginya baik secara akademis maupun yang lain,
semuanya dalam rangka menggapai kebahagiaan.
Adalah wajar jika seseorang merasa bahagia dengan banyak harta kekayaan,
poupularitas, penghormatan, ilmu pengetahuan dan fasilitas hidup lainnya,
karena semua itu tergantung pola pikir dan paradigma hidup yang dibangun
masing-masing individu. Namun demikian, bagi kita umat Islam harus cermat dan
tepat dalam memahami arti kebahagian hidup, sehingga tetap berada dalam
bimbingan dan ridlo Allah SWT., sebagaimana kita sering berdoa kepada-Nya: “Ya Tuhan
kami anugrahkanlah kepada kami kebahagiaan (kebaikan) baik di dunia maupun di
akhirat”
Hakikat
Kehidupan
Pernahkan kita berfikir, tentang
kehidupan kita? untuk apa Allah menciptakan kita? Untuk apa Allah memberikan nikmat dan cobaan? Saat kita
diberi nikmat, apakah kita telah mensyukurinya? Saat kita di beri cobaan,
apakah kita sabar
menghadapinya dan mengambil hikmah di dalamnya?
Apakah kita telah menjadi orang-orang yang berfikir atas tanda-tanda kekuasaan
Allah SWT?
Banyak orang yang beribadah, hanya
untuk mengejar surga dan menghindari neraka. Sangat humanis, tapi apakah kita
bisa beribadah dengan esensi ikhlas dalam artian sebenarnya ? Sebuah hal yang
gampang di katakan, tapi susah untuk di terapkan.
Apakah dalam doa-doa kita, kita
seolah-olah membuat Tuhan adalah hamba kita ? sehingga Ia harus mengabulkan
semua apa yang kita minta ? Jika tidak, maka kita akan marah pada-Nya ? Proses
menjadi manusia, adalah jalan panjang yang sangat berat. Bahkan malaikat
sekalipun tak akan sanggup, seandainya mereka harus menjalani kehidupan sebagai
manusia. Demikian kisah dua orang malaikat, Harut dan Marut, yang terjatuh
karena Allah memberikan mereka hawa nasfu, atas permintaan mereka sendiri.
Iblis, sang makhluk terkutuk pun
penghuni kekal neraka, bisa dibilang punya pekerjaan yang sangat gampang hanya menggoda
manusia. Namun ia sendiri tak bisa menyadari hakikat dari kehidupan.
Lantas apa hakikat dari kehidupan
itu sendiri ? Hakikat kehidupan adalah sebuah proses belajar. Kita mempelajari
segala sesuatu ketika hidup. Mengambil hikmah di dalamnya. Untuk menghadapi
kematian, proses pengumuman hasil pembelajaran kita selama hidup di dunia.
Proses pengumuman ujian dari hasil pembelajaran kita. Pengumuman apakah selama
hidup kita telah menjadi manusia yang mengerti hakikat dari hidup.
Meraih
Kebahagiaan
Imam Ghozali membagi tiga golongan manusia yang mendapatkan kebahagiaan,
yaitu sebagai berikut:
1.
Bahagia
di dunia (saidun fiddunya);
Ada sekelompok manusia yang beranggapan bahwa kehidupan
itu hanya ada di alam nyata belaka, yaitu dunia. Mereka adalah orang-orang yang
tidak percaya dengan hal-hal yang gaib dan irasional, sehingga dalam menjalani
aktifitas hidupnya sangat mendewakan akal dan nalarnya. Kebahagian yang mereka
yakini dan dambakan adalah kehidupan duniawi belaka. Mereka menghalalkan
segala cara dalam meraih kebahagiaan hidupnya. Tak peduli orang lain menderita,
melanggar aturan, bahkan tak jarang sampai menghilangkan nyawa orang lain demi
kepuasaan dan kebahagiaan dirinya.
2.
Bahagia
di akhirat (saidun filakhirati);
Kelompok ini menilai bahwa kebahagiaan dunia adalah semu.
Kebahagiaan yang hakiki berada dalam kehidupan yang kekal yaitu akhirat. Dalam
menjalani kehidupan duniawi mereka tidak memiliki ambisi yang tinggi, bahkan
mereka rela kalaupun hidup di dunia harus menderita, miskin dan dikucilkan
orang lain. Mereka beranggapan bahwa dunia adalah penjaranya umat. Harus dihindari dan di jauhi. Kelompok ini
seringkali mengasingkan diri dari masyarakat. Tidak mau terlibat dengan
kehidupan bermasyarakat, kecuali dalam kondisi tertentu (darurat). mereka
memperbanyak ibadah ritual dan menjarangkan ibadah sosial.
3.
Bahagia
di dunia dan akhirat (sadun fiddunya wal akhirati);
Kelompok ketiga ini menggabungkan keduanya. Bahwa
kebahagian itu harus sempurna dan menyertai kehidupan mereka baik tatkala hidup
di dunia, maupun kelak di akhirat. Mereka meyakini bahwa kehidupan dunia adalah
anugrah Allah yang harus diisi, dinikmati, dan disyukuri eksistensinya. Manusia
harus bahagia dalam menjalani kehidupan dunia, karena kebahagiaan tersebut akan
mendorongnya untuk menjadi hamba Allah yang bersyukur. Walapun kehidupan dunia
bukan segalanya dan tujuan utama, tetapi kebahagiaan yang ada di dalamnya akan
menjadikan kehidupan tersebut lebih indah dan nyaman dalam menjalankan perintah
Allah SWT. Akhirat adalah kehidupan yang kekal abadi. Dipastikan harus
mendapatkan kebahagiaan di dalamnya. Karena jika manusia bahagia dalam kehidupan
akhirat, berarti mereka akan mendapatkan kebahagiaan selamanya.
Jika kita harus memilih dari tiga kelompok tersebut di atas, maka
sepatutnya memilih kelompok yang terakhir atau yang ketiga. Raihlah kebahagian
dunia ini sepuasnya karena dunia adalah ladang untuk akhirat (addunya
mazroatul akhirat). Begitupun kebahagiaan akhirat nanti harus kita raih
dengan cara memaksimalkan pengabdian kita kepada Allah SWT., di dunia ini. Dalam Al
quran Allah SWT., berfirman:” Dan carilah pada apa yang
telah Allah anugrahkan kepadamu (kebahagiaan negeri Akhirat, dan jangan kamu lupakan bagian dari kenikmatan
duniawi, berbuat baiklah kamu (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu. Dan janganlah membuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (Al qoshosh: 77).
Ayat tersebut mengajarkan kita konsep keseimbangan hidup dan menjalani
kehidupan. Akhirat adalah tujuan kebahagiaan kita, namun kita tidak boleh meninggalkan kebahagiaan dunia.
Kehidupan dunia adalah penentu kebahagiaan kita diakhirat. Kita harus mengisi
kehidupan nyata ini dengan berupaya keras menjalankan perintah Allah SWT., dan menjauhi larangan-Nya. Allah lah yang membolak-balikan hati dan perasaan
manusia. Dengan ridlo dan kekuasaan-Nya manusia bisa bahagia. Begitupun
sebaliknya dengan murka-Nya manusia bisa sengsara. Kebahagiaan hidup tidak
ditentukan oleh atribut duniawi dan kekayaan yang melimpah melainkan karena ketulusan hati manusia dalam menjalani
kehidupan. Banyak manusia yang berlimpah harta, kekayaan dan jabatan tetapi
mereka tidak merasa bahagia, bahkan diperbudaknya.
Ada konsep yang Islam
ajarkan kepada kita agar dapat meraih kebahagiaan yang paripurna baik dunia
maupun akhirat, antara lain: Pertma,
landasi segala aktifitas yang kita jalani dalam kehidupan atas dasar
Iman kepada Allah SWT., Kedua, jalani kehidupan dengan beramal sholeh, berinteraksi sosial dengan
semasa manusia dengan akhlak yang terpuji sebagai pengejawantahan keimanan kita
kepada-Nya. Ketiga, sebagai
insan biasa kita pasti melakukan kesalahan disengaja atau pun tidak, sehingga
kita diharuskan agar tetap saling menasehati satu sama lain baik dalam
menjalani kebaikan terhadap Allah SWT., maupun dengan sesama manusia. Keempat, karena kehidupan ini
tidak lepas dari ujian dan cobaan dari Allah Swt, maka kita harus memilki sifat
sabar dalam menghadapinya, menjalani ibadah dan meninggalkan kemaksiatan.
Semoga Allah senantiasa memberika kebahagian kepada kita baik di dunia maupun
di akhirat, aamiin
ya robbal alaamiin. Wallahu alam
bisshowaab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar