Rabu, 30 Mei 2012


Buletin Jumat, 25 Mei 2012
Meraih Kebahagiaan Hidup
Oleh: Wahyudin el-Muchtary, S.Ag
(Sekretaris LAZISWA At-Taqwa Kota Cirebon)

Segala puji bagi Allah SWT., pemilik jagat raya ini yang telah menciptakan kehidupan manusia dengan berbagai fasilitas yang dianugrahkan-Nya.  Dialah yang memberikan kenikmatan yang tak terbatas jumlahnya. Maha pengasih dan penyayang kepada seluruh makhluk-Nya. Sholawat dan salam semoga tercurahkan kepada kekasih-Nya yang selalu berjuang dan memberikan tuntunan dan suri tauladan kepada seluruh insan yaitu Nabi Besar Muhammad saw.
Kebahagiaan adalah idaman semua orang  yang hidup dan menjalani kehidupan. Banyak orang yang melakukan berbagai usaha dan aktifitas demi meraih kebahagiaan dalam hidupnya. Ada orang yang berupaya meraih harta kekayaan sebanyak-banyaknya, mencari popularitas, menyandang gelar setinggi-tingginya baik secara akademis maupun yang lain, semuanya dalam rangka menggapai kebahagiaan.
Adalah wajar jika seseorang merasa bahagia dengan banyak harta kekayaan, poupularitas, penghormatan, ilmu pengetahuan dan fasilitas hidup lainnya, karena semua itu tergantung pola pikir dan paradigma hidup yang dibangun masing-masing individu. Namun demikian, bagi kita umat Islam harus cermat dan tepat dalam memahami arti kebahagian hidup, sehingga tetap berada dalam bimbingan dan ridlo Allah SWT., sebagaimana kita sering berdoa kepada-Nya: “Ya Tuhan kami anugrahkanlah kepada kami kebahagiaan (kebaikan) baik di dunia maupun di akhirat” 


Hakikat Kehidupan
Pernahkan kita berfikir, tentang kehidupan kita? untuk apa Allah menciptakan kita? Untuk apa Allah memberikan nikmat dan cobaan? Saat kita diberi nikmat, apakah kita telah mensyukurinya? Saat kita di beri cobaan, apakah kita sabar menghadapinya dan mengambil hikmah di dalamnya? Apakah kita telah menjadi orang-orang yang berfikir atas tanda-tanda kekuasaan Allah SWT?
Banyak orang yang beribadah, hanya untuk mengejar surga dan menghindari neraka. Sangat humanis, tapi apakah kita bisa beribadah dengan esensi ikhlas dalam artian sebenarnya ? Sebuah hal yang gampang di katakan, tapi susah untuk di terapkan.
Apakah dalam doa-doa kita, kita seolah-olah membuat Tuhan adalah hamba kita ? sehingga Ia harus mengabulkan semua apa yang kita minta ? Jika tidak, maka kita akan marah pada-Nya ? Proses menjadi manusia, adalah jalan panjang yang sangat berat. Bahkan malaikat sekalipun tak akan sanggup, seandainya mereka harus menjalani kehidupan sebagai manusia. Demikian kisah dua orang malaikat, Harut dan Marut, yang terjatuh karena Allah memberikan mereka hawa nasfu, atas permintaan mereka sendiri.
Iblis, sang makhluk terkutuk pun penghuni kekal neraka, bisa dibilang punya pekerjaan yang sangat gampang hanya menggoda manusia. Namun ia sendiri tak bisa menyadari hakikat dari kehidupan.
Lantas apa hakikat dari kehidupan itu sendiri ? Hakikat kehidupan adalah sebuah proses belajar. Kita mempelajari segala sesuatu ketika hidup. Mengambil hikmah di dalamnya. Untuk menghadapi kematian, proses pengumuman hasil pembelajaran kita selama hidup di dunia. Proses pengumuman ujian dari hasil pembelajaran kita. Pengumuman apakah selama hidup kita telah menjadi manusia yang mengerti hakikat dari hidup.

Meraih Kebahagiaan
Imam Ghozali membagi tiga golongan manusia yang mendapatkan kebahagiaan, yaitu sebagai berikut:
1.      Bahagia di dunia (saidun fiddunya);
Ada sekelompok manusia yang beranggapan bahwa kehidupan itu hanya ada di alam nyata belaka, yaitu dunia. Mereka adalah orang-orang yang tidak percaya dengan hal-hal yang gaib dan irasional, sehingga dalam menjalani aktifitas hidupnya sangat mendewakan akal dan nalarnya. Kebahagian yang mereka yakini dan dambakan adalah kehidupan duniawi belaka. Mereka menghalalkan segala cara dalam meraih kebahagiaan hidupnya. Tak peduli orang lain menderita, melanggar aturan, bahkan tak jarang sampai menghilangkan nyawa orang lain demi kepuasaan dan kebahagiaan dirinya. 
2.      Bahagia di akhirat (saidun filakhirati);
Kelompok ini menilai bahwa kebahagiaan dunia adalah semu. Kebahagiaan yang hakiki berada dalam kehidupan yang kekal yaitu akhirat. Dalam menjalani kehidupan duniawi mereka tidak memiliki ambisi yang tinggi, bahkan mereka rela kalaupun hidup di dunia harus menderita, miskin dan dikucilkan orang lain. Mereka beranggapan bahwa dunia adalah penjaranya umat.  Harus dihindari dan di jauhi. Kelompok ini seringkali mengasingkan diri dari masyarakat. Tidak mau terlibat dengan kehidupan bermasyarakat, kecuali dalam kondisi tertentu (darurat). mereka memperbanyak ibadah ritual dan menjarangkan ibadah sosial. 
3.      Bahagia di dunia dan akhirat (sadun fiddunya wal akhirati);
Kelompok ketiga ini menggabungkan keduanya. Bahwa kebahagian itu harus sempurna dan menyertai kehidupan mereka baik tatkala hidup di dunia, maupun kelak di akhirat. Mereka meyakini bahwa kehidupan dunia adalah anugrah Allah yang harus diisi, dinikmati, dan disyukuri eksistensinya. Manusia harus bahagia dalam menjalani kehidupan dunia, karena kebahagiaan tersebut akan mendorongnya untuk menjadi hamba Allah yang bersyukur. Walapun kehidupan dunia bukan segalanya dan tujuan utama, tetapi kebahagiaan yang ada di dalamnya akan menjadikan kehidupan tersebut lebih indah dan nyaman dalam menjalankan perintah Allah SWT. Akhirat adalah kehidupan yang kekal abadi. Dipastikan harus mendapatkan kebahagiaan di dalamnya. Karena jika manusia bahagia dalam kehidupan akhirat, berarti mereka akan mendapatkan kebahagiaan selamanya.
Jika kita harus memilih dari tiga kelompok tersebut di atas, maka sepatutnya memilih kelompok yang terakhir atau yang ketiga. Raihlah kebahagian dunia ini sepuasnya karena dunia adalah ladang untuk akhirat (addunya mazroatul akhirat). Begitupun kebahagiaan akhirat nanti harus kita raih dengan cara memaksimalkan pengabdian kita kepada Allah SWT., di dunia ini. Dalam Al quran Allah SWT., berfirman:” Dan carilah pada apa yang telah Allah anugrahkan kepadamu (kebahagiaan negeri Akhirat, dan  jangan kamu lupakan bagian dari kenikmatan duniawi, berbuat baiklah kamu (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu. Dan janganlah membuat kerusakan di (muka) bumi, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan”. (Al qoshosh: 77).
Ayat tersebut mengajarkan kita konsep keseimbangan hidup dan menjalani kehidupan. Akhirat adalah tujuan kebahagiaan kita, namun kita tidak boleh meninggalkan kebahagiaan dunia. Kehidupan dunia adalah penentu kebahagiaan kita diakhirat. Kita harus mengisi kehidupan nyata ini dengan berupaya keras menjalankan perintah Allah SWT., dan menjauhi larangan-Nya. Allah lah yang membolak-balikan hati dan perasaan manusia. Dengan ridlo dan kekuasaan-Nya manusia bisa bahagia. Begitupun sebaliknya dengan murka-Nya manusia bisa sengsara. Kebahagiaan hidup tidak ditentukan oleh atribut duniawi dan kekayaan yang melimpah melainkan  karena ketulusan hati manusia dalam menjalani kehidupan. Banyak manusia yang berlimpah harta, kekayaan dan jabatan tetapi mereka tidak merasa bahagia, bahkan diperbudaknya.
Ada konsep yang Islam ajarkan kepada kita agar dapat meraih kebahagiaan yang paripurna baik dunia maupun akhirat, antara lain: Pertma, landasi segala aktifitas yang kita jalani dalam kehidupan atas dasar Iman kepada Allah SWT., Kedua, jalani kehidupan dengan beramal sholeh, berinteraksi sosial dengan semasa manusia dengan akhlak yang terpuji sebagai pengejawantahan keimanan kita kepada-Nya. Ketiga, sebagai insan biasa kita pasti melakukan kesalahan disengaja atau pun tidak, sehingga kita diharuskan agar tetap saling menasehati satu sama lain baik dalam menjalani kebaikan terhadap Allah SWT., maupun dengan sesama manusia. Keempat, karena kehidupan ini tidak lepas dari ujian dan cobaan dari Allah Swt, maka kita harus memilki sifat sabar dalam menghadapinya, menjalani ibadah dan meninggalkan kemaksiatan. Semoga Allah senantiasa memberika kebahagian kepada kita baik di dunia maupun di akhirat, aamiin ya robbal alaamiin. Wallahu alam bisshowaab.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar