Kamis, 13 September 2012

DIAGNOSA SAKIT HATI


 Oleh: Drs. H.M. Utsmani Hs., M.H.I.
(Sekretaris Islamic Centre Kota Cirebon)

Dokter yang mendiagnosa,  mengobati  dan  merawat  “  Hati  Adalah “ Keinginan Diri Sendiriuntuk  berusaha memperbaiki “ Hablumminallah”  dan “ Hablumminannas ”
Cita-citanya sehat Jasmani dan Rohani Dan Do’anya  Robbana Aatinaa Fiddunya Hasanah
Wafil Akhiroti Hasanah.
   
فِي قُلُوبِهِمْ مَرَضٌ فَزَادَهُمُ اللَّهُ مَرَضًا وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ بِمَا كَانُوا يَكْذِبُونَ
“ Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah penyakitnya; dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta.”
أَلَا إِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ سَائِرُهَا, أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad terdapat sekerat daging. Jika ia baik, maka baiklah seluruh jasadnya. Dan jika ia rusak maka rusaklah seluruh jasadnya. Ketahuilah bahwa segumpal daging itu adalah hati. (H.R. Bukhari no. 52 dan Muslim no.1599, Dikutip dari sebagian hadits no.6 Arbain An-Nawawiyah)
Dalam kitab Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali berbicara tentang diagnosa penyakit hati dan kiat-kiat untuk mengobati dan merawat penyakit hati tersebut. Beliau  menyebutkan sebuah doa Nabi yang isinya meminta agar kita diselamatkan dari berbagai jenis penyakit hati, dari doa  tersebut dapat di ambil kesimpulan bahwa ciri-ciri orang yang berpenyakit hati adalah sebagai berikut:
1.   Memiliki ilmu yang tidak bermanfaat. Ilmunya tidak berguna baginya dan tidak menjadikannya  lebih dekat kepada Allah SWT. Alquran menyebutkan orang yang betul-betul takut kepada Allah  itu sebagai ciri orang yang  memiliki ilmu: Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba- Nya ialah orang yang berilmu.
2.   Mempunyai hati yang tidak bisa khusyuk. Dalam menjalankan ibadah, ia tidak bisa mengkhusyukkan hatinya sehingga tidak bisa menikmati ibadahnya. Ibadah menjadi sebuah kegiatan rutin yang tidak mempengaruhi perilakunya sama sekali. Tanda lahiriah dari orang yang hatinya tidak khusyuk adalah matanya sulit menangis.
3.   Memiliki nafsu yang tidak pernah kenyang. Ia memendam  ambisi yang tak pernah habis, keinginan yang terus menerus, serta keserakahan yang takkan terpuaskan.
4.   Orang yang berpenyakit hati adalah doanya tidak diangkat dan didengar Tuhan.
Kiat Mengobati Penyakit Hati
1.      Mencari guru yang mengetahui penyakit hati kita. Ketika kita datang kepada guru tersebut, kita harus datang dengan segala kepasrahan. Kita tidak boleh tersinggung jika guru itu memberitahukan penyakit hati kita.
2.      Umar Ibn Al-Khattab berkata, “Aku menghargai sahabat-sahabatku yang menunjukkan aib-aibku sebagai hadiah untukku.”Seorang guru harus mencintai kita dengan tulus dan begitu pula sebaliknya, kita harus mencintai guru kita dengan tulus. Apa pun yang dikatakan guru, kita tidak menjadi marah. Kita juga harus mencari guru yang lebih sedikit penyakit hatinya daripada diri kita sendiri.
3.      Mencari  sahabat  yang  jujur, Sahabat adalah orang yang membenarkan bukan yang membenar-benarkan kita. Sahabat yang baik adalah yang membetulkan kita, bukan yang     menganggap apa pun yang kita lakukan itu betul.
4.      Mencari musuh dan mempertimbangkan ucapan-ucapan musuh tentang diri kita. Musuh dapat menunjukkan aib kita dengan lebih jujur ketimbang sahabat kita sendiri.
5.      Memperhatikan perilaku orang lain yang buruk dan kita rasakan akibat perilaku buruk tersebut pada diri kita. Dengan cara itu, kita tidak akan melakukan hal yang sama. Hal ini sangat mudah karena kita lebih sering memperhatikan perilaku orang lain yang buruk daripada perilaku buruk kita sendiri.
Sebuah kisah dari Jalaluddin Rumi akan  menutup tulisan ini. Alkisah, di sebuah kota ada seorang pria yang menanam pohon berduri di tengah jalan. Walikota sudah memperingatkannya agar memotong pohon berduri itu. Setiap kali diingatkan, orang itu selalu mengatakan bahwa ia akan memotongnya besok. Namun sampai orang itu tua, pohon itu belum dipotong juga. Seiring dengan waktu, pohon berduri itu bertambah besar. Ia menutupi semua bagian jalan. Duri itu tidak saja melukai orang yang melalui jalan,tapi juga melukai pemiliknya. Orang tersebut sudah sangat tua. Ia menjadi amat lemah sehingga tidak mampu lagi untuk menebas pohon yang ia tanam sendiri.
Di akhir kisah itu Rumi memberikan nasihatnya, “Dalam hidup ini, kalian sudah banyak sekali menanam pohon berduri dalam hati kalian. Duri-duri itu bukan saja menusuk orang lain tapi juga dirimu sendiri. Ambillah kapak Haidar (Haidar adalah nama kecil Imam Ali), potonglah seluruh duri itu sekarang sebelum kalian kehilangan tenaga sama sekali.”
Yang dimaksud Rumi dengan pohon berduri dalam hati adalah penyakit- penyakit hati dalam ruh kita. Bersamaan dengan tambahnya umur, bertambah pula kekuatannya. Tak ada lagi waktu yang lebih tepat untuk menebang pohon berduri di hati kita itu selain saat ini. Esok hari, penyakit itu akan semakin kuat sementara tenaga kita bertambah lemah. Tak ada daya kita untuk menghancurkannya.



Kamis, 06 September 2012

MERAIH JATI DIRI DENGAN ISTIQAMAH


Oleh: Ahmad Syatory, M.Ag.
(Direktur Laziswa At-Taqwa dan Dosen IAIN Syekh Nurjati Cirebon)

Pendahuluan
Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata : " Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam : ‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “. [Muslim no. 38]
Kalimat “katakanlah kepadaku tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun kecuali kepadamu”, maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku satu kalimat yang pendek, padat berisi tentang pengertian Islam yang mudah saya mengerti, sehingga saya tidak lagi perlu penjelasan orang lain untuk menjadi dasar saya beramal. Maka Rasulullah saw., menjawab : “katakanlah : ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “. Ini adalah kalimat pendek, padat berisi yang Allah berikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Dalam dua kalimat ini telah terpenuhi pengertian iman dan Islam secara utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu memperbaharui imannya dengan ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh dia secara teguh melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar. Hal ini sejalan dengan firman Allah : " Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah). (Fushilat: 30).
‘Umar bin khaththab berkata : “Mereka (para sahabat) istiqamah demi Allah dalam menaati Allah dan tidak sedikit pun mereka itu berpaling, sekalipun seperti berpalingnya musang”. Maksudnya, mereka lurus dan teguh dalam melaksanakan sebagian besar ketaatannya kepada Allah, baik dalam keyakinan, ucapan, maupun perbuatan dan mereka terus-menerus berbuat begitu (sampai mati). Demikianlah pendapat sebagian besar para musafir. Inilah makna hadits tersebut, Begitu pula firman Allah : “Maka hendaklah kamu beristiqamah seperti yang diperintahkan kepadamu” (Q.S.  Hud : 112).
Menurut Ibnu ‘Abbas, tidak satu pun ayat Al Qur’an yang turun kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Oleh karena itu, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda : “Aku menjadi beruban karena turunnya Surat Hud dan sejenisnya”.
Abul Qasim Al Qusyairi berkata : “Istiqamah adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan. Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan. Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan gagal”. Ia berkata pula : “Ada yang berpendapat bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebiasaan sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran. Oleh karena itu, Nabi saw., bersabda : Istiqamahlah kamu sekalian, maka kamu akan selalu diperhitungkan orang’.
Al Washiti berkata : “Istiqamah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini rusaklah kepribadian seseorang”.
Pengertian Istiqomah
Istiqamah artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa bersikap istiqamah, namun memeluk agama, untuk memperoleh hikmahnya secara optimal, sangat memerlukan sikap itu. Allah menjanjikan demikian: "Dan seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (QS. Al-Jinn/72:16).
Air adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia. Tentu saja keperluan kepada sikap istiqamah itu ada pada setiap masa, dan mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini. Karena kemodernan (modernitas, modernity) bercirikan perubahan. Bahkan para ahli menyebutkan bahwa kemodernan ditandai oleh "perubahan yang terlembagakan" (institutionalized change). Artinya, jika pada zaman-zaman sebelumnya perubahan adalah sesuatu yang "luar biasa" dan hanya terjadi di dalam kurun waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian, dan sudah menjadi keharusan.
Lihat saja, misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi microchip (harfiah: kerupuk kecil) dalam teknologi elektronika. Siapa saja yang mencoba bertahan pada suatu bentuk produk, baik dia itu produsen atau konsumen, pasti akan tergilas dan merugi sendiri. Karena itulah maka "Lembah Silikon" atau Silicon Valley di California selalu diliputi oleh ketegangan akibat kompetisi yang amat keras. Adanya kesan bahwa "perubahan yang terlembagakan" itu tidak memberi tempat istiqamah adalah salah. Kesalahan itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqamah mengandung makna yang statis.
Memang istiqamah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekan. Melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan dengan kendaraan bermotor: semakin tinggi teknologi suatu mobil, semakin mampu dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut mobil itu memiliki stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut dengan stabil bukanlah pada waktu ia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan cepat. Maka begitu pula dengan hidup di zaman modern ini. Kita harus bergerak, melaju, namun tetap stabil, tanpa goyah. Ini bisa saja terwujud kalau kita menyadari dan meyakini apa tujuan hidup kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya, sama dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseok ke kanan-kiri.
Lebih-lebih lagi, yang sebenarnya mengalami "perubahan yang terlembagakan" dalam zaman modern ini hanyalah bidang-bidang yang bersangkutan dengan "cara" hidup saja, bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya. Ibarat perjalanan Jakarta-Surabaya, yang mengalami perubahan hanyalah alat transportasinya, mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya sendiri tidak terpengaruh oleh "cara" menempuh perjalanan itu sendiri. Maka ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu pula orang yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, sang Kebenaran Mutlak dan Abadi. Dan kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi kebahagiaan sejati sesuai janji Tuhan di atas.
Manfaat Istiqomah
Dalam surat Fushshilat Allah Ta'ala juga berfirman:
" Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh (pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ". (QS Fushshilat: 30-32).
Merujuk pada ayat diatas maka manfaat Istiqamah antara lain:
1.      Mendapat petunjuk hidup yang benar sesuai kehendak Allah
2.      Tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang menyesatkan
3.      Didoakan oleh malaikat
4.      Diperhitungkan orang lain karena memiliki sikap dan kepribadian yang kuat
5.      Akan dimasukkan kedalam surga
6.      Malaikat akan selalu menjadi pelindungnya, baik di dunia maupun di akhirat
Al Washiti berkata : “Istiqamah adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini rusaklah kepribadian seseorang”.

Kamis, 30 Agustus 2012

Karakter Jawa adalah Karakter Para Nabi


Orang Jawa Cerminan Karakter Para Nabi
Oleh: Wahyudin, M.Pd.
(Sekretaris LAZISWA At-Taqwa Kota Cirebon)
Suku Jawa adalah suku terbesar yang ada di Indonesia. Sebagai bukti, kemana pun kita melangkahkan kaki, ke seluruh pelosok negeri, kita pasti akan menemukan orang dari suku Jawa. Mereka tersebar dan mendiami kawasan tersebut meskipun jumlahnya minorotas. Tak hanya karena keragaman budaya, orang Jawa juga terkenal akan keramahtamahannya. Banyak wisatawan asing yang berkunjung ke Indonesia dan terpukau dengan “keunikan” budaya dan orang jawa.
Sepanjang sejarah, orang jawa telah banyak mempengaruhi berbagai budaya yang ada di Indonesia. Sebagai contoh, para ulama dan santri yang ada di wilayah Sumatra telah terbiasa mengkaji dan membaca kitab-kitab dengan terjemahan jawa. Bahkan ada beberapa “wirid” yang menggunakan bahasa jawa. Penyebabnya adalah, pada tahun 1800 an, penyebaran Islam di Nusantara dilaksanakan oleh wali songo yang berasal dari jawa. Maka tidak heran jika banyak hal di Nusantara ini yang mendapat pengaruh dari jawa.
Kebesaran budaya dan orang jawa telah membuat para peneliti dari manca Negara terpesona. Di masa penjajahan Belanda, salah satu peneliti yang bukunya masih terbit sampai sekarang. Ia bernama Sir Thomas Stamford Bingley Raffles (lahir di Jamaica6 Juli 1781 – meninggal di LondonInggris5 Juli 1826 pada umur 44 tahun) adalah Gubernur-Jenderal Hindia-Belanda yang terbesar. Ia adalah seorang warga negara Inggris. Ia dikatakan juga pendiri kota dan negara kota Singapura. Ia salah seorang Inggris yang paling dikenal sebagai yang menciptakan kerajaan terbesar di dunia. Ia menulis buku yang terkenal dan masih banyak dijual sampai sekarang “The History of Java” (Thomas Stamford Raffles, 1817) . Ia banyak menulis tentang manusia, aktifitas, dan budaya jawa. Ini mencerminkan kekagumannya terhadap jawa. Buku tersebut terbit di berbagai Negara, bahkan sebelum di Indonesia telah terbit di London Inggris.
Karakter Tradisi Suku Jawa
1.      Ramah
Suku jawa dikenal dengan sikap sopan, ramah, santun, dan menyembunyikan perasaan alias tidak suka langsung-langsung. Mereka lebih cenderung menjaga etika berbicara baik secara isi, bahasa, perkataan, maupun objek yang diajak berbicara. Bahasa Jawa adalah bahasa berstrata, memiliki berbagai tingkatan yang disesuaikan dengan objek yang diajak bicara. Karakter khas seorang yang bersuku Jawa adalah menunggu dipersilahkan untuk mencicipi, bahkan terkadang sikap sungkan mampu melawan kehendak atau keinginan hati.

2.      Religius, eling sangkan paraning dumadi
Manusia Jawa berkeyakinan bahwa urip ana sing nguripake (hidup ada yang menghidupkan). Sikap ini adalah sikap Tauhid seorang hamba. Karena suatu saat manusia akan kembali kepada yang menghidupkan. Manusia berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan, maka manusia harus bersiap untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatannya selama hidup. Nasihat eling sangkan paraning dumadi menjadi pengingat agar manusia selalu menjaga sikap dan perbuatan di dunia karena kelak akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Tuhan. Sehingga dalam menjalani hidup manusia Jawa akan senantiasa golek dalan padhang, berbuat lurus, tidak melakukan hal-hal yang dilarang Tuhan. Sikap-sikap tersebut menunjukkan religiusitas masyarakat Jawa yang sesuai dengan ayat-ayat dalam Alquran.
3.      Urip samadya
Dalam menjalani hidup, orang Jawa memegang prinsip urip samadya. Dengan sikap samadya manusia akan dapat mengukur kemampuannya, tidak memaksakan kehendak untuk meraih sesuatu yang tidak mungkin diraihnya. Sikap hidup samadya menjauhkan seseorang dari perbuatan yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang diinginkannya. Sikap ini adalah sikap qonaah yang menganjurkan seseorang untuk menerima apa yang ada. Berusaha semampunya terhadap apa yang dicita-citakan.
Prinsip hidup ini juga melahirkan sikap nrima ing pandum, menerima dan bersyukur atas segala yang diberikan oleh Allah SWT. Namun demikian, tidak berarti sikap hidup samadya dan nrima ing pandum ini diisi dengan bermalas-malasan, tanpa mau berusaha.
4.      Rereh, ririh, dan ngati-ati.
Rereh, artinya sabar dan bisa mengekang diri. Ririh, artinya tidak tergesa-gesa dalam bertindak, mempunyai pertimbangan matang untuk sebuah tindakan dan keputusan. Ngati-ati, artinya berhati-hati dalam bertindak. Dengan sikap rereh, ririh, dan ngati-ati, berarti manusia dapat menguasai dirinya dan mengendalikan nafsunya. Manusia akan sempurna bila dapat menguasai nafsu. Dengan sikap rereh, ririh, dan ngati-ati maka seseorang dapat menempuh perjuangan yang mulia.
5.      Menjauhkan Diri dari watak adigang, adigung, adiguna.
Watak adigang adalah watak sombong, karena mengandalkan kekayaan dan pangkat. Watak adigung adalah watak sombong karena mengandalkan kepandaian dan kepintaran, lantas meremehkan orang lain. Watak adiguna adalah watak sombong karena mengandalkan keberanian dan kepintaran berdebat. Oleh karena itu, sikap-sikap ini harus dihindari. Menghindari sikap seperti ini sesuai dengan ajaran Islam yang melarang umatnya memiliki sifat sombong, karena sebagaimana syetan masuk neraka gara-gara sombong.
6.      Aja dumeh
Kata yang singkat ini mengandung ajaran yang sangat luas. Kata ini dapat diterapkan dalam berbagai sikap dan perbuatan, misalnya aja dumeh pinter, aja dumeh kuasa, aja dumeh kuwat,dan sebagainya. Aja dumeh sangat dekat dengan watak adigang, adigung, adigunaAja dumeh mengandung maksud “jangan mentang-mentang”. Sikap hidup aja dumeh akan membawa seseorang pada sikap rendah hati, sederhana.
7.      Mawas diri
Mawas diri adalah tindakan untuk melihat ke dalam diri sendiri, mengukur nilai dan kemampuan diri. Dengan mawas diri seseorang akan selalu berupaya melihat kekurangan diri sendiri. Sikap ini menjauhkan seseorang dari sikap merasa paling benar, sehingga tumbuh rasa saling menghargai sesama. Menyadari bahwa diri tidak sempurna  akan membuat seseorang menjadi tidak mudah mencela orang lain. Mawas diri menjauhkan seseorang dari sikap sombong.
8.      Tepa slira
Tepa slira berarti tenggang rasa, tolerasi, menghargai orang lain, nepakke awake dhewe. Apabila kita merasa senang dan bahagia jika orang lain berperilaku baik kepada kita, maka hendaknya kita juga berusaha bersikap baik terhadap orang lain. Tepa slira adalah sikap individu untuk mengontrol pribadinya berdasarkan kesadaran diri.  Seseorang yang memiliki sikap tepa slira tidak akan mburu menange dhewenggugu karepe dhewe, dan nuhoni benere dhewe. 
9.      Unggah-ungguh
Unggah-ungguh merupakan salah satu bentuk etika atau sikap manusia Jawa dalam menempatkan diri ketika bergaul dengan sesamanya. Seseorang yang memiliki dan memahami sikap unggah-ungguh akan mengetahui bagaimana cara bergaul dan berperilaku dengan orang yang lebih muda, sederajat, lebih tua, atau yang memiliki jabatan tertentu, bahkan dalam situasi tertentu. Dengan menerapkan unggah-ungguh dalam bergaul maka akan tercipta hubungan yang harmonis. Seseorang yang memiliki unggah-ungguh akan dapat menempatkan diri dalam menjalin pergaulan dengan orang lain sesuai dengan tempat dan situasinya, empan papan.
10.  Jujur
Jujur merupakan karakter yang sifatnya universal. Masyarakat Jawa pun menganggap sikap jujur sebagai etika yang harus dipegang teguh dan dimiliki oleh setiap orang Jawa. Hal ini tercermin dalam ungkapan-ungkapan Jawa seperti, jujur bakal mujur, artinya orang yang jujur akan mendapatkan keberuntungan. Kebalikannya adalah goroh growah, yaitu orang yang berbohong akan mendapat kerugian. Jujur dalam sifat Nabi dan Rasul adalah Siddiq.
11.  Rukun
Hidup rukun selalu menjadi dambaan manusia yang hidup bermasyarakat. Demikian pula pada masyarakat Jawa yang juga mendambakan kehidupan yang selalu cinta damai. Cinta damai dapat terwujud jika antarsesama anggota masyarakat tersebut dapat hidup rukun. Sehingga dalam masyarakat Jawa terdapat ungkapan rukun agawe santosa, yaitu bahwa hidup rukun sesama manusia akan membuat kehidupan menjadi sentosa.
12.  Kerja keras
Manusia Jawa tidak boleh lalai untuk selalu berupaya mencukupi kebutuhannya. Oleh karena itu manusia Jawa harus senantiasa bekerja keras akan mampu hidup mandiri dan layak tanpa bergantung pada belas kasihan orang lain. Sikap hidup semacam ini tercermin dalam ungkapan Jawa sapa ubet, ngliwet yaitu siapa yang kreatif dalam berusaha mencari rezeki, maka pasti akan mendapatkan hasilnya. Di samping itu, dalam bekerja manusia Jawa juga berprinsip bahwa bekerja tidak melihat pada besar kecilnya hasil yang harus diperoleh, tetapi lebih mementingkan apa yang harus dikerjakan.
13.  Tanggung jawab
Tanggung jawab merupakan sikap yang juga harus dimiliki oleh manusia Jawa. Sehingga dalam masyarakat Jawa ditemukan juga ungkapan tinggal glanggang colong playu yang arti harfiahnya meninggalkan gelanggang dan secara diam-diam melarikan diri. Ungkapan ini merupakan sindiran bagi seseorang yang suka lepas tangan, cuci tangan dari tanggung jawab yang seharusnya diembannya. Oleh karena itu, perilaku tinggal glanggang colong playu harus dihindari karena merupakan perilaku negatif dan jauh dari sikap ksatria sejati.
14.  Rumangsa melu handarbeni, rumangsa wajib hangrungkebi
Merasa ikut memiliki, merasa wajib membela. Sikap ini wajib dimiliki oleh setiap orang agar keadaan dan situasi terjaga dengan baik. Dengan merasa memiliki orang akan punya keinginan untuk menjaga dan melestarikan serta membela sesuatu yang menjadi miliknya. Sikap ini sangat tepat untuk ditanamkan kembali pada generasi ditengah-tengah keterpurukan bangsa. Bila generasi muda memiliki sikap ini mereka akan berupaya untuk turut berperan dalam memperbaiki kondisi bangsa dan tidak justru merusak citra bangsa.
15.  Memayu hayuning bawana
Memayu berarti membuat selamat. Sedangkan bawana berarti bumi. Memayu hayuning bawana merupakan sikap dan tindakan untuk menjaga keselamatan dan kelestarian bumi. Sikap ini perlu ditanamkan pada semua orang, termasuk generasi muda agar kerusakan bumi dapat dicegah sehingga bumi tetap lestari.
Dari kesemua karakter orang jawa yang dipaparkan di atas, dapat kita pahami bahwa ternyata karakter-karakter tersrbut sangat dekat dengan karakter-karakter para Nabi. Ramah, santun, tepa selira, tanggung jawab, dan lain-lain merupakan sifat yang ada pada diri para Nabi. Maka, jika kita dapat mengembangkan sifat-sifat dan budaya jawa berarti telah mencontoh sifat dan karakater para Nabi. Wallahu Alam Bii Showaab.






Minggu, 12 Agustus 2012

Enam Perkara yang Dirahasiakan Allah SWT.


(Oleh: Ibnu Malik, S.Pd.I.)
Dalam hidup ini kadang kita tidak sadar akan banyaknya rahasia yang sering kita lupakan. Rahasia terbesar dan terbanyak adalah rahasia yang bersumber dari Allah SWT. Rahasia tersebut bisa menambah keimanan dan ketaqwaan, jika kita mengingatnya. Rahasia yang Allah sembunyikan antara lain ada enam hal. Keenam rahasia ini sering terlupakan dari benak kita. Hal ini dikarenakan manusia yang sangat dekat dengan sifat lupa.
Dalam Nashoihul Ibaad Karya Imam Nawawi Al Bantani Umar ra., berkata:
“Allah menyembunyikan enam perkara dalam enam perkara yang lain, yaitu:
1.    Allah menyembunyikan keridhaan-Nya dalam ketaatan kepada-Nya.
Tujuannya adalah agar manusia bersungguh-sungguh dalam melaksanakan ketaatan kepada-Nya. Sehingga tidak sepantasnya bagi siapa pun untuk meremehkan ketaatan meskipun sangat kecil. Sebab boleh jadi justru di situlah ada ridha Allah SWT. Ketaatan seseorang tidak menjamin mendapatkan ridho Allah SWT. Ada orang yang ketaatannya besar tetapi tidak mendapat ridho Allah. Misalnya orang taat beribadah tetapi menyekiti hati orang tuanya. Maka tidak mungkin dia mendapatkan ridho Allah meskipun rajin beribadah. Namun sebaliknya, jika ada seseorang yang taat kepada Allah, walau pun kecil atau sedikit ibadahnya jika mendapatkan ridho dari kedua orang tuanya, maka ia akan mendapatkan ridho Allah SWT. 
2.    Allah menyembunyikan murka-Nya dalam kemaksiatan seorang  hamba-Nya.
Ini bertujuan agar manusia mau menjauhi segala bentuk kemaksiatan dan takut terjerumus ke dalamnya, sehingga tidak sepantasnya bagi siapa pun untuk meremehkan kemaksiatan meskipun sangat kecil. Sebab boleh jadi justru di situlah ada murka Allah SWT. Jika manusia menjauhi kemaksiatan tanpa melihat murka Allah, maka keikhlasan telah timbul dalam dirinya. Akan berbeda halnya jika manusia menjauhi kemaksiatan karena dia melihat murka Allah, maka yang ada adalah ketakutan karena murka-Nya dan bukan karena ikhlas.
3.    Allah menyembunyikan Lailatul Qodar dalam bulan Ramadhan.
Ini dimaksudkan agar ada kesungguhan dalam menghidupkan seluruh hari pada Bulan Ramadhan. Sebab, sebagai mana disebutkan dalam hadits, pahala ibadah sunnah dalam Bulan Ramadhan sama dengan pahala ibadah wajib pada bulan selainnya. Juga agar bersungguh-sungguh dalam mencari Lailatul Qadar. Sebab nilainya lebih baik dari pada seribu bulan (83 tahun 4 bulan).

Allah SWT., berfirman:
1.    “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. dan tahukah kamu Apakah malam kemuliaan itu?
2.    malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.
3.    pada malam itu turun malaikat-malaikat dan Malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan.
4.    malam itu (penuh) Kesejahteraan sampai terbit fajar”. (Q.S. Al Qadar ; 1-5).

4.    Allah menyembunyikan para wali di antara manusia.
Rahasia ini bertujuan agar manusia mau menghormati setiap orang dan tidak meremehkannya. Sebab, kalau seseorang meremehkan orang lain, boleh jadi orang yang diremehkannya itu justru Wali Allah. Banyak Wali Allah yang ada di dunia tanpa mencirikan bahwa ia adalah Wali. Orang yang mulia ini, sering kali berpenampilan seperti manusia biasa, bahkan ada yang berpenampilan seperti gelandangan. Sudah seyogyanya kita menghormati semua orang yang kita temui. Karena ada kemungkinan, orang yang kita temui adalah Wali Allah walau pun penampilannya tidak bersih atau berpakaian putih.
5.    Allah menyembunyikan kematian dalam umur.
Agar manusia selalu mempersiapkan diri untuk menyambut kematiannya. Jika manusia mengetahui kapan dia akan mati maka sangat dimungkinkan ia hanya akan taat beribadah pada saat menjelang kematiannya saja. Sehingga Allah merahasiakan kematian dari siapa pun agar manusia berusaha meningkatkan ketaqwaan dan keimanannya setiap saat. Dikarenakan tidak tahu kapan ia akan menemui kematian. Sebagai Umat Islam perlu kiranya sesekali merenungkan dan mengingat kematian karena pasti kita akan menemuinya walau tidak ada orang yang tahu tentang itu. Dengan tujuan agar kita sesekali tertambah motivasi dan semangat untuk beramal sholeh dan menjauhi segala perbuatan dosa dan bertaubat kepada-Nya.
6.    Allah menyembunyikan ash-Sholatul Wustha (sholat yang paling utama) dalam sholat lima waktu”.
Sholat lima waktu dirahasiakan yang utamanya agar seorang Muslim betul-betul memelihara semua sholat wajibnya. Rahasia ini bertujuan agar manusia selalu berusaha melaksanakan sholat dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin di setiap sholat 5 waktu. Karena jika kita mengetahui sholat mana (dalam lima waktu) yang paling utama, bisa dimungkinkan kita hanya berusaha maksimal dalam satu atau beberapa waktu sholat saja.
Contohnya, dalam bulan Ramadhan. Kita diberi tahu dalam Al quran bahwa bulan ini adalah bulan yang paling mulia di antara bulan-bulan yang lain. Maka pada Bulan Ramadhan sangat banyak orang yang melaksanakan tadarus, tahajud, shodaqoh, dan ibadah-ibadah sunnah yang lain. Namun, pada bulan-bulan yang lain kita dapat melihat keadaan ibadah sebagian Umat Islam menjadi biasa-biasa saja. Begitu juga dalam sholat, manusia dirahasiakan dari waktu sholat yang utama agar selalu melaksanakannya dengan baik di semua waktu sholat yang lima waktu.