(Direktur Laziswa At-Taqwa dan Dosen IAIN
Syekh Nurjati Cirebon)
Pendahuluan
Dari Abu ‘Amrah Sufyan bin ‘Abdullah radhiyallahu anhu, ia berkata :
" Aku telah berkata : ‘Wahai Rasulullah, katakanlah kepadaku tentang
Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada seorang pun
kecuali kepadamu’. Bersabdalah Rasululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
‘Katakanlah : Aku telah beriman kepada Allah, kemudian beristiqamalah kamu’ “.
[Muslim no. 38]
Kalimat “katakanlah kepadaku
tentang Islam, suatu perkataan yang aku tak akan dapat menanyakannya kepada
seorang pun kecuali kepadamu”, maksudnya adalah ajarkanlah kepadaku satu
kalimat yang pendek, padat berisi tentang pengertian Islam yang mudah saya
mengerti, sehingga saya tidak lagi perlu penjelasan orang lain untuk menjadi
dasar saya beramal. Maka Rasulullah saw., menjawab : “katakanlah : ‘Aku telah beriman kepada Allah, kemudian
beristiqamalah kamu’ “. Ini adalah kalimat pendek, padat berisi yang Allah
berikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.
Dalam dua kalimat ini telah terpenuhi pengertian iman dan Islam secara
utuh. Beliau menyuruh orang tersebut untuk selalu memperbaharui imannya dengan
ucapan lisan dan mengingat di dalam hati, serta menyuruh dia secara teguh
melaksanakan amal-amal shalih dan menjauhi semua dosa. Hal ini karena seseorang
tidak dikatakan istiqamah jika ia menyimpang walaupun hanya sebentar. Hal ini
sejalan dengan firman Allah : " Sesungguhnya orang-orang yang
mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan
pendirian mereka (istiqamah). (Fushilat: 30).
‘Umar bin khaththab berkata : “Mereka (para sahabat) istiqamah demi
Allah dalam menaati Allah dan tidak sedikit pun mereka itu berpaling, sekalipun
seperti berpalingnya musang”. Maksudnya, mereka lurus dan teguh dalam
melaksanakan sebagian besar ketaatannya kepada Allah, baik dalam keyakinan,
ucapan, maupun perbuatan dan mereka terus-menerus berbuat begitu (sampai mati).
Demikianlah pendapat sebagian besar para musafir. Inilah makna hadits tersebut,
Begitu pula firman Allah : “Maka hendaklah kamu beristiqamah seperti yang
diperintahkan kepadamu” (Q.S. Hud :
112).
Menurut Ibnu ‘Abbas, tidak satu pun ayat Al Qur’an yang turun kepada
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang dirasakan lebih berat dari ayat ini. Oleh karena itu,
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam pernah bersabda : “Aku menjadi beruban karena turunnya Surat Hud dan sejenisnya”.
Abul Qasim Al Qusyairi berkata : “Istiqamah
adalah satu tingkatan yang menjadi penyempurna dan pelengkap semua urusan.
Dengan istiqamah, segala kebaikan dengan semua aturannya dapat diwujudkan.
Orang yang tidak istiqamah di dalam melakukan usahanya, pasti sia-sia dan
gagal”. Ia berkata pula : “Ada yang berpendapat
bahwa istiqamah itu hanyalah bisa dijalankan oleh orang-orang besar, karena
istiqamah adalah menyimpang dari kebiasaan, menyalahi adat dan kebiasaan
sehari-hari, teguh di hadapan Allah dengan kesungguhan dan kejujuran. Oleh
karena itu, Nabi saw., bersabda : “Istiqamahlah kamu sekalian,
maka kamu akan selalu diperhitungkan orang’.
Al Washiti berkata : “Istiqamah
adalah sifat yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya
sifat ini rusaklah kepribadian seseorang”.
Pengertian
Istiqomah
Istiqamah
artinya teguh hati, taat asas, atau konsisten. Meskipun tidak semua orang bisa
bersikap istiqamah, namun memeluk agama, untuk memperoleh hikmahnya secara
optimal, sangat memerlukan sikap itu. Allah menjanjikan demikian: "Dan
seandainya mereka itu bersikap istiqamah di atas jalan kebenaran, maka pastilah
Kami siramkan kepada mereka air yang melimpah." (QS. Al-Jinn/72:16).
Air
adalah lambang kehidupan dan lambang kemakmuran. Maka Allah menjanjikan mereka
yang konsisten mengikuti jalan yang benar akan mendapatkan hidup yang bahagia.
Tentu saja keperluan kepada sikap istiqamah itu ada pada setiap masa, dan
mungkin lebih-lebih lagi diperlukan di zaman modern ini. Karena kemodernan
(modernitas, modernity) bercirikan perubahan. Bahkan para ahli menyebutkan
bahwa kemodernan ditandai oleh "perubahan yang terlembagakan"
(institutionalized change). Artinya, jika pada zaman-zaman sebelumnya perubahan
adalah sesuatu yang "luar biasa" dan hanya terjadi di dalam kurun
waktu yang amat panjang, di zaman modern perubahan itu merupakan gejala harian,
dan sudah menjadi keharusan.
Lihat
saja, misalnya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi
microchip (harfiah: kerupuk kecil) dalam teknologi elektronika. Siapa saja yang
mencoba bertahan pada suatu bentuk produk, baik dia itu produsen atau konsumen,
pasti akan tergilas dan merugi sendiri. Karena itulah maka "Lembah
Silikon" atau Silicon Valley di California selalu diliputi oleh ketegangan
akibat kompetisi yang amat keras. Adanya kesan bahwa "perubahan yang
terlembagakan" itu tidak memberi tempat istiqamah adalah salah. Kesalahan
itu timbul antara lain akibat persepsi bahwa istiqamah mengandung makna yang
statis.
Memang
istiqamah mengandung arti kemantapan, tetapi tidak berarti kemandekan.
Melainkan lebih dekat kepada arti stabilitas yang dinamis. Dapat dikiaskan
dengan kendaraan bermotor: semakin tinggi teknologi suatu mobil, semakin mampu
dia melaju dengan cepat tanpa guncangan. Maka disebut mobil itu memiliki
stabilitas atau istiqamah. Dan mobil disebut dengan stabil bukanlah pada waktu
ia berhenti, tapi justru ketika dia melaju dengan cepat. Maka begitu pula
dengan hidup di zaman modern ini. Kita harus bergerak, melaju, namun tetap
stabil, tanpa goyah. Ini bisa saja terwujud kalau kita menyadari dan meyakini
apa tujuan hidup kita, dan kita dengan setia mengarahkan diri kepadanya, sama
dengan mobil yang stabil terus melaju ke depan, tanpa terseok ke kanan-kiri.
Lebih-lebih
lagi, yang sebenarnya mengalami "perubahan yang terlembagakan" dalam
zaman modern ini hanyalah bidang-bidang yang bersangkutan dengan
"cara" hidup saja, bukan esensi hidup itu sendiri dan tujuannya.
Ibarat perjalanan Jakarta-Surabaya, yang mengalami perubahan hanyalah alat
transportasinya, mulai dari jalan kaki, sampai naik pesawat terbang. Tujuannya
sendiri tidak terpengaruh oleh "cara" menempuh perjalanan itu
sendiri. Maka ibarat mobil yang stabil yang mampu melaju dengan cepat, begitu
pula orang yang mencapai istiqamah tidak akan goyah, apalagi takut, oleh
lajunya perubahan. Dia hidup dinamis, berjalan di atas kebenaran demi
kebenaran, untuk sampai akhirnya kembali kepada Tuhan, sang Kebenaran Mutlak
dan Abadi. Dan kesadaran akan hidup menuju Tuhan itulah yang akan memberi
kebahagiaan sejati sesuai janji Tuhan di atas.
Manfaat
Istiqomah
Dalam
surat Fushshilat Allah Ta'ala juga berfirman:
"
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah Allah"
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada
mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa
sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah
kepadamu". kamilah pelindung-pelindungmu dalam kehidupan dunia dan
akhirat; di dalamnya kamu memperoleh apa yang kamu inginkan dan memperoleh
(pula) di dalamnya apa yang kamu minta. Sebagai hidangan (bagimu) dari Tuhan
yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang ". (QS
Fushshilat: 30-32).
Merujuk
pada ayat diatas maka manfaat Istiqamah antara lain:
1. Mendapat
petunjuk hidup yang benar sesuai kehendak Allah
2. Tidak
mudah terpengaruh pada hal-hal yang menyesatkan
3. Didoakan
oleh malaikat
4. Diperhitungkan
orang lain karena memiliki sikap dan kepribadian yang kuat
5. Akan
dimasukkan kedalam surga
6. Malaikat
akan selalu menjadi pelindungnya, baik di dunia maupun di akhirat
Al
Washiti berkata : “Istiqamah adalah sifat
yang dapat menyempurnakan kepribadian seseorang dan tidak adanya sifat ini
rusaklah kepribadian seseorang”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar