Oleh: Ibnu Malik
Nuansa indah dan romantis sering
kali kita temukan dalam film, novel, dan cerita-cerita yang bernuansa cinta. Pada
isi ceritanya jika seorang laki-laki mencintai sorang wanita, kemudian
mencurahkan isi hatinya maka akan keluar kata-kata atau puisi yang indah. Ini
bertujuan untuk memikat hati sang wanita. Bisa juga bertujuan untuk mencurahkan
isi hati, karena kita tahu bahwa hati seseorang berisi keindahan ketika ia
jatuh cinta.
Namun
semua kata dan puisi itu tidak terlalu berarti karena orang yang dicintai dan
dikasihi pada novel, cerita, dan prosa adalah bukan muhrim. Sebagian besar
adalah dalam situasi pacaran. Romantisme yang ada hanyalah untk membuat suasana
romantic dalam cerita saja.
Pada
faktanya, kata-kata dan bahasa puitis yang indah merupakan salah satu cara
pendidikan yang efektif untuk anak. Terlebih jika yang mengucapkan itu adalah
ibu kandung. Sebagaimana yang telah dilakukan oleh Raden Nyi Mas Rara Santang
kepada puteranya Syekh Syarif Hidayatullah.
Peristiwa
ini salah satunya terjadi ketika Syekh Syarif yang hendak berangkat untuk
menuntut ilmu. Ibunda beliau melepas kepergiannya sambil menyapa dengan
panggila “wahai belahan hatiku, belahan jiwaku, dan jantung hatiku”. Sebagaimana
disampaikan oleh ketua Bidang Pengembangan Budaya Keraton Kacirebonan Bapak
drh. H. Bambang Irianto.
Hasil
dari kebiasaan memanggil kepada sang anak dengan panggilan yang mesra, indah,
dan penuh kasih sayang telah terbukti. Syekh Syarif Hidayatullah yang merupakan
seorang wali Allah ternyata mendapatkan didikan dari sang bunda yang senantiasa
membiasakan diri dengan memanggil anaknya dengan sapaan yang indah dan mesra.
Ibu
adalah madrosatul ula (sekolah
pertama) yang menjadi pendidikan utama untuk anak. Anak akan lebih sering
bertemu dan berkomunikasi dengan ibunya. Maka kesempatan untuk memberikan
pendidikan yang baik ada pada ibu. Bahkan ikatan emosional antara anak dan
ibunya merupakan ikatan yang sangat erat.
Ketika
seorang anak dibiasakan mendengar panggilan dan sapaan yang indah, lembut, dan
mesra akan membentuk karakter yang lembut pula. Sehingga diharapkan akan
membentuk sifat dan karakter anak yang sholeh.
Inilah
yang selama ini belum kita sadari. Bahwa pentingnya peranan ibu dalam
pendidikan anak. Seperti apa yang dilaksanakan oleh Raden Nyi Mas Rara Santang
kepada anaknya merupakan pola pendidikan yang sangat hebat. Kemudian untuk
hasil bisa kita saksikan terbentuknya karakter mulia pada diri Syekh Syarif
Hidayatullah.
Ketika
hendak menuntut ilmu, Syekh Syarif dibekali dengan uang 1.000 dinar. Kalau kita
setarakan dengan mata uang rupiah adalah sebesar 2,2 milyar rupiah. Jumlah yang
sangat besar, akan tetapi tidak membuat Syekh Syarif lupa diri bahwa tujuannya
adalah untuk menuntut ilmu. Inilah salah satu karakter yang dibentuk pula oleh
pola pendidikan Ibunda Raden Nyi Mas Rara Santang kepada anaknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar