(Membangkitkan Kejayaan Nusantara)
Oleh: Ibnu Malik, S.Pd.I.
Peristiwa
besar telah dialami bangsa Eropa. Saat itu, bangsa Benua Biru telah kehilangan
jati diri dan kejayaannya. Bangsa yang dahulu penuh dengan kegemilangan ilmu
pengetahuan, pemikiran, gagasan, dan ide-ide fantastis tiba-tiba menjadi redup
karena kejenuhan berfikir yang dipengaruhi oleh kebijakan gereja pada saat itu.
Berbagai
macam tradisi dan khasanah ilmu pengetahuan terpendam tanpa ada yang
mengkajinya. Sebagaimana kita ketahui banyak filsuf berada di Eropa seperti tokoh utama filsafat
Barat, antara lain Aristoteles, Plato,
Thomas Aquinas, Réne Descartes,
Immanuel Kant, Georg Hegel,
Arthur Schopenhauer, Karl Heinrich Marx, Friedrich Nietzsche, dan Jean-Paul Sartre.
Kebesaran
dan keluhuran ilmu dari tokoh-tokoh tersebut terpendam sia-sia karena masyarakat Eropa saat
itu tidak mempedulikannya lagi. Seiring dengan perkembangan zaman dan masuknya
pengaruh Islam dari Timur Tengah, bangsa Eropa mulai menyadari betapa
terbelakangnya mereka. Mereka mulai merenungi keadaannya dan mencari tahu apa
penyebabnya.
Akhirnya
mereka menemukan solusi untuk memecahkan masalah kemanusiaan yang sedang
dialami tersebut. Sampai didapat kesimpulan bahwa mereka harus kembali kepada kecemerlangan
masa lampau. Istilah untuk ini dinakaman Renaisance.
Faktanya, pada masa lampau Bangsa Eropa adalah bangsa yang besar dan punya
intelektualitas yang tinggi. Sehingga, jika Eropa ingin mencapai masa cemerlang,
maka sudah selayaknya mereka belajar kepada kejayaan masa lampau.
Zaman Renaisans adalah zaman
kelahiran-kembali (Renaissance, bahasa Perancis)
kebudayaan Yunani-Romawi
di Eropa
pada abad ke-15 dan ke-16 M. Pada masa ini Bangsa Eropa mulai mengkaji
kebudayaan dan khasanah keilmuan yang merupakan warisan masa lampau, dengan
harapan dapat mengulang kembali kejayannya. Sampai akhirnya kejayaan Bangsa
Eropa mereka raih kembali. Ini ditandai dengan munculnya revolusi industri di
Inggris dan revolusi Perancis. Peristiwa ini pula yang menjadi salah satu
catatan sejarah dunia.
Sama
halnya dengan apa yang terjadi di tanah melayu sekarang ini, khususnya Nusantara.
Negara Malaysia mulai merasa kehilangan kebudayaan dan jati diri bangsanya.
Sebagai akibat dari globalisasi dan posisi Malaysia sebagai Negara
Persemakmuran Inggris. Pantaslah jika Pemerintah
Malaysia memprediksi bahwa 50 tahun ke depan Negara Malaysia tidak akan ada
lagi di muka Bumi, yang ada hanyalah sebuah daerah yang dihuni oleh penduduk
dengan ras-ras campuran dari Melayu, India, Cina, Ainu, dan lain sebagainya.
Walaupun
nama Negara Malaysia ada, tetapi kebudayaan yang asli dari Malaysia sebagai
bangsa Melayu, sudah tidak dapat kita jumpai lagi. Bahkan kalau pun ada sangat
sedikit jumlahnya. Masyarakatnya yang heterogen juga menjadi penyebab hilangnya
ciri khas bangsa Malaysia sebagai orang Melayu.
Oleh
karena itu, pemerintah Malaysia mulai tanggap tentang masalah ini. Mereka mulai
berusaha untuk mencari sisa-sisa kebudayaan yang masih ada. Namun apalah daya, Negara
Malaysia yang lebih kecil dibandingkan dengan Indonesia wilayah dan jumlah
kebudayaannya, tidak mampu lagi membangkitkan kebudayaan masa lampaunya.
Maka,
munculah ide untuk mencari beberapa kebudayaan yang belum tergali di Negara
tetangganya yaitu antara lain Indonesia. Ini dilakukan sebagai upaya mencari
kebudayaan dan menghidupkannya kembali budaya melayau.
Indonesia
sebagai Negara tetangga Malaysia, menjadi target utama dalam pencarian
kebudayaan melayu. Bangsa yang serumpun biasanya mempunyai kemiripan dalam hal
kebudayaan. Maka, sudah barang tentu Malaysia akan mencari sisa-sisa data
kebudayaan melayu ke Indonesia.
Sebagai
tindakan ril, mereka mulai menghampiri salah satu pulau terluar Indonesia di dekat
Pulau Sumatra yang dinamai Pulau Penyengat. Pulau tersebut merupakan pulau dengan
jumlah naskah kuno terbanyak se-Indonesia. Berbagai macam tulisan dan
peninggalan bersejarah ada di sana. Sehingga sangat menarik perhatian Malaysia
untuk menguasainya. Ini juga karena letak Pulau Penyengat yang sangat dekat
dengan Malaysia.
Sebagian
besar naskah yang ada di sana adalah peninggalan masa lampau yang bernuansa
melayu. Dalam naskah-naskah tersebut
banyak informasi dan khasanah keilmuan yang bermanfaat untuk pembangkitan
kembali budaya melayu. Maka tidak aneh ketika reog, angklung, batik, dan
beberapa kebudayaan Indonesia lainnya telah diklaim sebagai kebudayaan mereka
karena Malaysia telah mempelajarinya dari beberapa naskah yang didapatnya. Setelah
mempelajari dan mengkaji naskah-naskah kuno tersebut, Malaysia meminta warga Negara
Indonesia untuk membantu dalam pengkajiannya, karena bahasa yang digunakan ada juga yanag tidak
berbahasa melayu.
Selain
pulau penyengat, Malaysia juga mulai memburu naskah-naskah kuno berbagai daerah
di Indonesia antara lain Kota Cirebon. Cirebon adalah Kota Wali yang sudah
terkenal kemasyhurannya. Suatu hari Bapak drh. H. Bambang Irianto, salah
seorang pengumpul dan pengkaji naskah-naskah kuno Cirebon kedatangan profesor dari
salah satu perguruan tinggi terkemuka di Malaysia. Beliau diajak untuk
bekerjasama dalam pengkajian dan penggalian khasanah keilmuan dari
naskah-naskah kuno Cirebon. Namun beliau menolak karena melihat pengalaman
sebelumnya, Malaysia telah mencuri dan mengklaim beberapa kebudayaan Indonesia.
Kemudian untuk jangka panjangnya, beliau juga berharap masih ada putera-puteri
bangsa yang bersedia untuk menggali dan mengkaji khasanah ilmu Cirebon agar
tidak terpendam sia-sia atau bahkan dicuri oleh bangsa lain.
Padahal, tawaran professor tersebut sangat
menggiurkan. Malaysia berani menghargai satu naskah kuno dengan harga minimal
Rp. 10.000.000,- (Sepuluh juta rupiah). Untuk
orang awam mungkin itu jumlah yang sangat besar. Akan tetapi apabila dibandingkan
dengan nilai kebudayaan dan keilmuan itu
tidak ada apa-apanya.
Selain
Malaysia, Pak Bambang juga sempat kedatangan salah satu Profesor of Music dari
Australia. Beliau diajak untuk bekerja di Australia dengan gaji yang besar
tentunya. Namun Pak Bambang lagi-lagi menolak ajakan tersebut karena sangat cinta
dengan kebudayaan Cirebon. Dapat diprediksi, ajakan tersebut adalah bagian dari
misi perampasan kebudayaan.
Di
sela obrolannya dengan Profesor Australia tersebut, Pak Bambang menanyakan
tujuannya datang ke Cirebon. Profesor tersebut menjawab dengan singkat, bahwa “Cirebon Is Gate of Secret” yang artinya
Cirebon adalah Gerbang Rahasia.
Sebagaimana
kita tahu bahwa penduduk asli Australia adalah Suku Aborigin dan bangsa yang
berkulit putih adalah keturunan pendatang dari Eropa. Saat perpindahan Bangsa Eropa
ke Australia, tentu mereka singgah di Nusantara dan tepatnya di Cirebon sebagai
pelabuhan yang sangat ramai pada saat itu. Bangsa Eropa melihat bahwa Cirebon
telah ramai jauh sebelum orang Eropa datang ke Australia. Mereka tahu bahwa
Cirebon telah maju sebelum Australia menjadi Negara modern saat ini.
Cirebon
sebagai Kota Wali yang bersejarah, tentu banyak menyimpan rahasia yang belum
tergali. Siapa sangka, bahwa batik terindah di dunia adalah berasal dari
Cirebon, namun sayang batik tersebut berada di Tokyo Jepang. Kemudian bendera
Negara Cirebon (Caruban Nagari) yang
asli berada di Roterdam Belanda dan kalau pun ada di Indonesia hanyalah tiruan.
Selain itu, ada orang Selandia Baru yang mempunya 15 buah kaset yang berisi
musik Gamelan Renteng asli Cirebon, namun sangat disayangkan sampai sekarang
belum ada orang Cirebon yang mampu memainkan alat music tersebut.
Sudah
saatnya sebagai bangsa yang berbudi luhur, kita mulai berbenah diri. Mari kita
lihat, bahwa ada 1 bahasa ibu (bahasa daerah) hilang dalam setahun. Sudah
sangat jarang putera dan puteri kita menyanyikan lagu-lagu daerah. Sudah banyak
budaya, lagu, pakaian adat, dan alat musik yang diklaim oleh bangsa lain. Ini
semua tidak terlepas dari globalisasi yang sebenarnya tidak diinginkan oleh
bangsa manapun di dunia.
Sebagaimana
yang disampaikan oleh professor dari Australia di atas, bahwa Cirebon adalah
gerbangnya rahasia. Maka, ada banyak hal dari Cirebon yang berpengaruh kepada
kebudayaan dunia dan belum terungkap. Sebagai bukti, Cina sebagai Negara besar
dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, pernah menjalin hubungan
kekeluargaan dengan Cirebon. Puteri salah satu dinastinya yaitu Puteri Ong Tien
dinikahkan dengan Sunan Gunung Jati dengan tujuan agar hubungan dan kerjasama
antara kedua Negara semakin erat.
Renaisance
yang terjadi di Eropa ratusan tahun yang lampau, bisa menjadi inspirasi bagi
kita. Indonesia bisa melahirkan kembali kejayaan yang pernah dialami pada masa
lampau. Sebagaimana kita tahu bahwa Indonesia pernah menguasai Nusantara bahkan
sampai ke Madagaskar pada masa kerajaan Majapahit, kemudian Indonesia menjadi
inspirasi pembebasan hak asasi manusia di Afrika Selatan melalui Syekh Yusuf al
Makassari.
Dalam
hal keilmuan, Indonesia mempunyai banyak catatan kuno yang tersebar di beberapa
daerah. Dalam naskah-naskah tersebut, banyak terpendam ilmu pengetahuan yang
pernah menjadikan Indonesia pada zaman dahulu mencapai puncak kejayaan. Tulisan-tulisan
Syekh Sunan Gunung Jati, Syekh Siti Jenar, dan beberapa tokoh di Nusantara ini
masih banyak yang belum terungkap. Jika kita mau dan peduli dengan khasanah
keilmuan yang ada dalam naskah kuno, maka sudah saatnya melaksanakan pengkajian
dan pemeliharaan sisa-sisa catatan sejarah nenek moyang kita. Dengan ini maka kejayaan
Nusantara masa lampau kita raih kembali sebagaimana Bangsa Eropa meraih
kejayaannya.
Mari
kita mulai sedikit demi sedikit membuka ilmu pengetahuan dari para pendahulu
kita. Dengan niatan untuk menjaga kelestarian dan sekaligus membangkitkan
kembali kejayaan Indonesia yang pernah kita miliki. Ini bisa kita awali dengan
membuka kembali naskah-naskah kuno sebagai arsip sejarah dan budaya. Kita dapat
mengambil informasi yang sangat penting dari sana melalui pengkajian secara
serius. Sudah saatnya Renaisance Nusantara kita mulai. Jangan sampai didahului
oleh Malaysia, dan Negara-negara serumpun lainnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar