oleh: Sugino Abdurrahman, S.Pd.I.
Ketua PD Ikatan Dai Indonesia (IKADI) Kota
Cirebon
Islam Adalah Solusi
Satu-satunya jalan keselamatan
adalah Islam seperti yang dibawakan oleh Rasulullah Muhammad bin Abdillah saw.
Itulah agama yang Allah perintahkan kita untuk mengikutinya, seperti dalam
firman Allah yang artinya: ”dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah
jalan-Ku yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti
jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari
jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa”. (QS. Al-An’am: 153).
Maka Islam adalah kumpulan
perintah dan larang dari Allah kepada kita. Menyikapi perintah itu adalah
dengan melaksanakannya dan menyikapi larangan adalah dengan menjauhinya. Itulah
taqwa dan zuhud, seperti yang disampaikan oleh Imam Ibnu Taimiyah: ”Tidak ada zuhud kecuali dengan bertaqwa,
dan bertaqwa adalah dengan mengikuti perintah dan larangan”.
Mengikuti Islam mengharuskan
meninggalkan selainnya baik Yahudi, Nasrani, Majusi, Zionis, Sosialis,
Kapitalis, Nasionalis, dan sebagainya yang termasuk dalam kategori bid’ah dan khurafat,
yang dilandasi oleh fanatisme. Allah
berfirman dalam surat Ali-Imran:
19 dan 85 yang artinya: ”Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah
hanyalah Islam”. (QS. Ali Imran:19)
”Barangsiapa mencari agama
selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) dari padanya,
dan dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi”. (QS. Ali
Imran:85)
Dari Ibnu Mas’ud ra., berkata:
”Rasulullah menggambar garis dengan
tangannya, kemudian ia bersabda: ini jalan Allah, kemudian menggambarkan
beberapa garis di sisi kanan kiri garis itu dan bersabda: Ini banyak jalan,
yang di setiap jalan itu terdapat syetan yang menyeru kepadanya, lalu membaca
ayat: dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku
yang lurus, Maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang
lain). (HR. Ahmad).
Contoh dan Ibrah
Ada beberapa contoh yang telah
diukir oleh generasi awal umat ini agar menjadi pelajaran berharga bagi
generasi berikutnya, antara lain:
1.
Melawan Orang
Kafir dan Sesat
Abu Ubaidah bin Al Jarrah,
amin hadzihil Ummah menebas kepala ayahnya sendiri di perang Badar dengan
pedangnya, dan langsung jatuh di hadapannya. Sesungguhnya Abu Ubaidah tidak
hendak membunuh ayahnya, ia hanya ingin membunuh kemusyrikan yang ada dalam
diri ayahnya itu. Sehingga Allah SWT., menurunkan ayat tentang dirinya dan
ayahnya, dan ayat itu terus dibaca sehingga Allah ambil kembali bumi ini dengan
segala isinya terdapat dalam surat Al
Mujadilah: 22 yang artinya: ”kamu tak akan mendapati kaum yang beriman
pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara atau pun keluarga mereka. meraka Itulah
orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan
mereka dengan pertolongan yang datang dari pada-Nya. dan dimasukkan-Nya mereka
ke dalam surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di
dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap
(limpahan rahmat-Nya. mereka Itulah golongan Allah. ketahuilah, bahwa sesungguhnya
hizbullah itu adalah golongan yang beruntung”. (QS. Al Mujadilah:22).
2.
Meningalkan Kampung Halaman
Tidak ada contoh perjalanan
meninggalkan kampung halaman untuk mendapatkan kebenaran seperti yang dialami
oleh Salman Al Farisi, yang diklaim Rasulullah saw., Salman adalah ahlul
baitku. Perjalanan yang menunjukkan pengorbanan, meninggalkan kemewahan,
mengerahkan semua upaya dan semangat tinggi untuk mendapatkan kebenaran.
Dimulai dari hijrah meninggalkan
negerinya di Asfahan Persia, mencari negeri yang masih berpegang teguh dengan
ajaran Nasrani yang asli, yang tidak mengalami perubahan, sampai pada rahib
terakhir, yang sebelum wafat, Salman bertanya kepadanya seperti yang ia
tanyakan pada rahib sebelumnya: ”Sesungguhnya
engkau mengetahui tentang apa yang saya alami, kepada siapakah engkau
mewasiatkan saya untuk menemuinya? Dan apa yang harus saya lakukan?”
Rahib itu menjawab: ”Wahai anakku, Demi Allah, tidak ada lagi
orang yang masih berpegang teguh dengan apa yang kita lakukan, tetapi sudah
semakin dekat waktu kehadiran Nabi di Jazirah Arab, yang diutus dengan agama
Ibrahim, ia berhijrah dari kampung halamannya menuju ke tempat yang banyak
pohon kurma, di antara dua bukit batu, ia memiliki beberapa ciri yang tidak
sulit dikenali; ia makan hadiah tetapi tidak makan sedekah, di antara kedua
tulang punggunya terdapat stempel kenabian. Maka jika kamu mampu menuju ke
tempat segera lakukanlah”.
Ketika rahib itu sudah wafat,
Salman tinggal di Ammuriyah beberapa waktu, sampai bertemu dengan rombongan
pedagang Arab, suku Kalb. Kata Salman: ”Saya
katakan kepada mereka: Maukan kalian mengantarkan saya ke negeri Arab, saya
akan berikan sapi-sapi betina dan kambingku ini”. Mereka jawab: ”Ya, kami antar kamu. Maka saya berikan semua
itu kepadanya dan mereka membawaku.
Sesampainya di lembah Qira (antara Madinah dan Syam) mereka menipuku dan
menjual diriku sebagai seorang budak kepada seorang Yahudi, dan aku menjadi
budaknya. Tak lama kemudian datang keponakan orang Yahudi itu dari Bani
Quraidhah dan membeliku dari Yahudi tadi. Pembeli baru itu membawaku ke
Yatsrib. Maka saya melihat pohon-pohon kurma yang pernah disampaikan oleh Rahib
di Ammuriyah dahulu, saya kenali kota ini seperti yang diterangkannya dahulu. Saya
berada di Madinah bersama Bani Quraidhah itu, dan Nabi Muhammad masih berdakwah
di Makkah. Saya tidak mendengar tentang dakwah Nabi di Makkah karena
kesibukanku sebagai seorang budak, untuk bekerja”.
Perjalanan Salman ini adalah
pengorbanan besar, ia tinggalkan kemewahan Persia, berhijrah dan berkorban
dengan sapi dan kambingnya, bertahan sebagai seorang budak untuk mendapatkan
kebenaran, bertemu dengan Rasulullah saw. Peristiwa ini sungguh memberikan
pelajaran berharga bagi siapapun yang mau mengambil ibrah. Firman Allah yang
artinya : ”dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami,
benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. dan sesungguhnya
Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik”. (QS. Al Ankabut:69).
3.
Mengorbankan Harta Benda
Firman Allah dalam surat Al-Lail: 17-21 yang artinya: ”dan
kelak akan dijauhkan orang yang paling takwa dari neraka itu, yang menafkahkan
hartanya (di jalan Allah) untuk membersihkannya, Padahal tidak ada seseorangpun
memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata)
karena mencari keridhaan Tuhannya yang Maha tinggi. dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan”. (QS.
Al Lail: 17-21).
Ayat-ayat ini turun berkaitan
dengan Abu Bakar ra., yang membelanjakan hartanya untuk menyelamatkan tujuh
orang yang disiksa di jalan dakwah, untuk meninggikan kalimat Allah di muka
bumi. Orang-orang asing di Makkah yang ketika beriman membuat mereka
mendapatkan semakin banyak hukuman dan siksaan.
Orang-orang yang telah menjual
dirinya kepada Allah dengan ikhlas memeluk agama-Nya, tajarrud hanya kepada
Allah mereka beribadah, meninggalkan hawa nafsu dan para thaghut saat itu, agar
dapat meraih surga.
Ayat-ayat di atas turun untuk
memberikan penghargaan kepada Abu Bakar ra., yang telah melakukakan pekerjaan
besar, membebaskan mereka dari perbudakan untuk menggapai ridha Allah. Tidak
sekali itu saja Abu Bakar melakukannya. Ia mendermakan dengan apa saja yang ia
miliki. Ketika ia menyumbang empat ribu dirham (satu nishab dua ratus dirham,
red.) pada saat umat Islam kesulitan dana (Yaumul ’usrah) menjelang perang
Tabuk; Rasulullah bertanya kepadanya: ”Adakah
yang masih engkau sisakan untuk keluargamu?” Ia menjawab: ”Aku sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya”.
Abu Bakar ra., telah
meletakkan rambu-rambu jalan yang sangat jelas, yaitu:
a
Tajarrud,
melepaskan diri dari segala sesuatu selain Allah
b
Tawakkal
total kepada Allah, ketika ia menyatakan: ”Aku
sisakan untuk mereka Allah dan Rasul-Nya”
c
Pembuktian
bahwa kepemilikan hakiki hanyalah Allah SWT., Abu Bakar hanyalah sebagai
pengelola
4.
Mengorbankan Jiwa di Jalan Allah.
Syaddad bin Al Had berkata: ”Ada seorang Arab datang menemui Nabi
Muhammad saw., lalu menyatakan iman dan mengikuti Nabi”. Ia berkata: ”Saya ikut hijrah bersamamu”. Lalu
Rasulullah menyampaikan hal ini kepada sebagian sahabat. Ketika di perang
Khaibar Rasulullah mendapatkan ghanimah dan membaginya termasuk untuk orang
Arab ini. Diberikanlah ghanimah itu kepada para sahabat, dan orang Arab itu
masih di belakang. Begitu datang diberikanlah bagian ghanimah itu kepadanya.
Orang Arab itu bertanya: ”Apa ini?”
Para sahabat menjawab: ”Bagian ghaniman,
yang Rasulullah bagi untukmu”. Ia ambil ghanimah itu lalu mendatangai
Rasulullah saw., dan bertanya: ”Apa ini
Ya Rasulullah?” Jawab Nabi: ”Ini
bagianmu”. Orang Arab berkata: ”Bukan
untuk mendapatkan ini saya mengikutimu, akan tetapi saya mengikutimu agar saya
terkena di sini (sambil menunjuk lehernya dengan panah) lalu aku mati dan masuk
surga”. Sabda Nabi: ”Jika kamu benar,
maka Allah akan membuktikanmu”. Kemudian ketika ada perang melawan musuh
Islam, dan Rasulullah melihatnya terbunuh. Rasulullah bertanya: ”Betulkan ia?” Para sahabat menjawab: ”Ya”. Sabda Nabi: ”Ia membenarkan Allah lalu Allah membenarkannya”. Firman Allah yang
artinya: ”dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena
mencari keridhaan Allah dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya”. (QS.Al Baqarah:207). Wallahu
a’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar