Senin, 04 Februari 2013

Masjid Jagabayan

Membicarakan budaya keraton Cirebon tidak terlepas dari perjalanan panjang nagari-nagari pesisir Cirebon sehingga terbentuknya kerajaan Cirebon. Nagari-nagari tersebut adalah seperti nagari surantaka, nagari singapura, nagari japura sampai terbentuknya nagari caruban larang. setelah nagari caruban larang berdiri maka terjadilah periodesasi masa kerajaan masa panembahan dan masa kasultanan cirebon. hal ini sebagaimana penulis kutip dalam (seninar budaya fakultas ADAB IAIN Cirebon/12 juni 2009 oleh Drh.H.R. Bambang Irianto, BA) konteks Cirebon sendiri merupakan salah satu wilayah Indonesia yang sarat dengan peninggalan sejarah mulai dari sumber lisan, tulis hingga sumber arkeologis yang menurut Uka candra sasmita, lebih banyak disebabkan oleh faktor atau letak geografis dari wilayah Cirebon itu sendiri dalam hal ini sangat menguntungkan karena memiliki muara-muara sungai yang memiliki peran penting bagi pelabuhan, baik dalam lingkup domestik maupun internasional. Pelabuhan Cirebon sendiri berlangsung sejak zaman kerajaan padjajaran yang bercorak Hindu-Budha. (Uka Candrasasmita, arkeologi islam nusantara. hlm:159)

Akulturasi kebudayaan Indonesia dengan kebudayaan Hindu-Budha sampai kepada islam terdapat dalam berbagai bidang. percampuran ini terlihat dalam cabang-cabang kesenian, seperti seni bangunan, seni pahat atu seni ukir, seni tari, seni musik dan sastra (Didin Supriadin & Marwan Supriadi, Sejarah. hlm:108) penekanan terhadap simbol pada budaya yang ada di keraton Cirebon tergantung pada dominasi kepercayaan yang berlaku pada masing-masing periode pmerintahan. Ketika Islam memasuki wilayah Cirebon dan menjadi kepercayaan yang relatif baru di wilayah Cirebon. Maka kebudayaan pun telah di Islamkan oleh para dai/mubaligh (wali.pen). Hingga saat ini Cirebon pun masih memiliki peninggalan materi (arkeologis) berupa bangunan-bangunan bersejarah baik dari peninggalan-peninggalan masa kerajaan Cirebon maupun peningalan era kolonial.

Seperti di antaranya: Pabrik rokok BAT, kantor pos pusat di Cangkol, SMPN 14 dan 16, Bank Indonesia di Cangkol, situs makam gunung sembung dan makam gunung jati, situs makam talun, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid Jagabayan serta masih banyak situs-situs bersejarah yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu secara keseluruhan belum juga termasuk peningalan Cina yang sangat berpengaruh dalam terbentuknya kebudayaan Cirebon.

Peninggalan sejarah berupa materi pun terdapat pada Masjid Jagabayan yang telah saya singgung di atas tadi. Pada kesempatan ini Masjid Jami Jagabayan yang menjadi fokus kajian penelitian saya, memang merupakan masjid bersejarah yang didirikan oleh tokohnya Tumenggung Jagabaya. Yang menarik ialah dalm perjalanan historisnya di awal berdirinya hingga sekarang ternyata bangunan bersejarah ini pernah mengalami peralihan secara kefungsian dimana pada awal berdirinya bangunan ini yang sekarang menjadi masjid jagabayan dahulunya merupakan sebuah post penjagaan/pertahanan untuk wilayah keraton Cirebon ring dalam sebelah timur. Meski dalam perkembangannya telah berubah fungsi sebagai tempat beribadah yang dimulai oleh para wali utama wali yang 9 itu, dalam perkembangan perjalananya diikuti oleh masyarakat setempat dan para pendatang muslim yang sempat bersinggah di tempat itu hingga saat ini fungsinya menjadi sebuah massjid (diambil dari sejarah lisan).

Secara administratif, masjid jagabayan berada dalam wilayah kelurahan lemahwungkuk, kecamatan lemahwungkuk, Kota Cirebon. Masjid ini terletk sebelah timur ujung selatan Jl.Karanggetas, di tengah kawasan pertokoan yang mengapit pada sebelah utara, selatan dan timur.

Masjid ini pernah beberapa kali mengalami pemugaran namun masih mempertahankan beberapa bentuk aslinya. Atap masjid yang berbentuk joglo masih dipertahan kan hingga sekarang, sementara dindingnya diganti dengan batu bata diplister, dan lantainya di ganti ubin keramik.

Secara etimologis, kata jagabayan berasal dari kata jaga baya. Jugul muda adipati galuh dalam kitab kapa-kapa sudah menyebut istilah Jagabaya dengan pengertian menjaga bahaya/keamanan dalam negeri, dan bukan keamanan desa yang aparatnya disebut suratani (prajurit keamanan desa), (Depdikbud. potensi wisata budaya Kota Cirebon.hlm;20). Jika mengacu pada beberapa naskah babad Cirebon, sepeti Pustaka Negara Kerta Bumi dan Purwaka Caruban Nagari, kata Jagabayan di adopsi dari nama pangeran jagabaya, utusan sang maha prabu siliwangidari pakuan padjajaran yang kemudian menetap di Cirebon bersama jaka sengara (raja sengara) adik bungsu pangeran cakrbuana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar