Oleh : H. JAELANI SAID, M.Ag
Wakil ketua I DKM Raya At-Taqwa Kota Cirebon
Bila kita perhatikan dengan seksama, faktor-faktor objektif yang
melatarbelakangi keberhasilan dakwah Rasulullah s.a.w. telah banyak dikemukakan
oleh para pengamat sosial-keagamaan. Terdapat bukti historis yang cukup kuat
untuk menyatakan bahwa tidak ada variabel yang sangat spesifik yang menjadi
penyebab keberhasilan dakwah Rasulullah s.a.w.. Instrumen dan lingkungan
sosialnya bahkan tidak cukup kondusif untuk melahirkan perubahan. Tetapi, bila
kita cermati faktor subjektifnya, maka kita akan menemukan variabel pengikatnya
yang cukup dapat diperhitungkan untuk menciptakan perubahan signifikan. Yang
paling utama adalah syakhshiyyah (kepribadian) beliau sebagai da’i.
Potret kepribadian beliau dinyatakan oleh
Allah sebagai “uswah hasanah”Menyangkut
firman-Nya yang menyatakan bahwa beliau (Rasulullah s.aw.) merupakan uswah
hasanah, dalam hal ini dapat dipahami bahwa beliau menjadi “qudwah
shâlihah fî kulli al-umûr “ (teladan terbaik dalam semua aspek).
Sementara ‘Aisyah r a‘ ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah.s.aw,
beliau menjawabnya dengan ringkas: “khuluquhu al-Qurân” Sejarah mencatat bahwa kepemimpinan Rasulullah saw
berlangsung bukan tanpa hambatan. Ia menghadapi hambatan fisik maupun mental.
Ia diejek, dicemooh, dihina dan disakiti. Pada malam berhijrah dari Mekkah ke
Yatsrib, rumahnya dikepung oleh orang-orang beringas. Namun hambatan-hambatan
itu tidak membuatnya putus asa dan gagal dalam melaksanakan tugas.
Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia
bekerja keras untuk dapat memenuhi kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya maka
dia harus mengasihi yang miskin dengan cara menyisihkan sebagian hartanya untuk
mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang tua harus menyayangi
anaknya baik anak itu laki-laki maupun perempuan, sebaliknya anak harus
menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua.
Ketika antar anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling
menghormati, menghargai, dan mengasihi, maka akan menjadi masyarakat yang
damai, aman, tenteram dan sejahtera. Terbukti, saat ini keadaan Masyarakat
Makkah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai, sejahtera dan
mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada
Allah dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad saw
Selain muqodimah
diatas maka dibawah ini akan
dijelaskan tentang kebenaran apa yang telah
diperjuangkannya beliau dan bantuan
serius dari kalangan sahabat –sahabat dan para pengikutnya, ada beberapa hal yang menyebabkan keberhasilan
da’wah Nabi Muhammad S.A.W. di antaranya adalah sebagai berikut:
Pertama ; Niatnya sangat ikhlas, jiwanya murni.
Nabi Muhammad
S.A.W. berjuang bukan untuk kepentingan
pribadinya, akan tetapi semata-mata hanya untuk menolong agama Allah SWT, karena
bila menolong agama Allah beliau
yakin bahwasannya Allah pun akan menolongnya.
Hal ini sesuai dengan firman Allah
yang artinya : ” Hai orang-orang yang beriman kalau kamu menolong
Allah, maka Allah akan menolongmu dan memantapkan langkahmu.” (Q.S.
Muhammad : 7)
Kedua : Nabi Muhammad saw., tidak senang hidup bersenang-senang, karena
berbagai penderitaan:
Jelaslah bahwa dalam kehidupan beliau adalah sebagai berikut:
1)Tidak
sempat bermanja-manja, bahkan tidak suka dimanjakan.
2)Ketika
hidup dalam asuhan pamannya ia memilih sebagai anak gembala, karena lebih senang menerima upah daripada hidup
menggantungkan ke orang lain.
Sebagaimana sabda Nabi :
Artinya :
”Sebaik-baik usaha adalah usaha seorang laki-laki dengan tangannya
sendiri.”
Ketiga; Sangat
sopan santun dan sangat pemalu.
Pada usia remaja semua penduduk Mekah menyebutnya
Al-Amin (orang yang sangat dipercaya). Ia sangat dipercaya, menghormati orang
tua, mengasihi anak-anak dan pandai menghargai teman sebaya. Tetapi ia pun
sangat pemalu dalam berbuat dosa, sehingga beliau pernah bersabda : Artinya : ” Malu (berbuat dosa) adalah
sebagian daripada iman.”
Ingatlah ketika ia masih dalam usia anak-anak ia
diajak pamannya mengangkut batu bagi keperluan perbaikan ka’bah, sekali waktu
ketia ia mengangkat batu, karena kesenggol sudut batu tersimbahlah kain
sarungnya sehingga kelihatan lututnya, mengalami kejadian seperti itu Muhammad
merasa sangat malu sehingga ia malarikan diri dan bersembunyi ke suatu tempat,
abu tholib datang melihat dan ia sangat heran ketika disaksikannya Muhammad
bermandi keringat, Kau sakit anakku ? tanya abu tholib kecemsan, aku malu
paman, aku malu sekali. Jawab Muhammad menegaskan, ia merasa sanga malu karena
lututnya kelihatan, padahal ditempat itu tidak seorang wanita pun ikut bekerja.
Keempat : Mencintai Hidup Sederhana
Pernah suatu saat Jibril menanyakan kepada Nabi Muhammad SAW ’” apakah engkau
ingin seperti Nabi Sulaiman, sehingga satu khafilah banyak unta yang membawa
anak kunci gudang intannya, atau hidup miskin seperti Nabi Ayub, sehingga yang
akan dimakan tidak ada, sebutir nasi pun tidak ada, kecuali tiga hari sekali,
sedangkan seluruh tubuhnya telah nyenyar karena penyakit kulit. Nabi Muhammad
S.A.W menjawab bahwa ia tidak ingin seperti Nabi Sulaiman dan tidak pula seperti
Nabi Ayub, ia lebih suka makan sehari dan lapar sehari, sehingga sewaktu
kenyang dapat bersyukur dan diwaktu lapar dapat berpuasa. akhirnya malaikat Jibril seraya mengangkat tangan dan berdoa kepada
Allah ” Yaa Allah jadikan kehidupan Muhamad dan keluarganya dalam keadaan
sederhana.”
KelimaTidak
Pendendam tetapi Pemberi Maaf
Nabi Muhammad SAW
terkenal memiliki sifat yang sangat mulia yaitu lapang hati (toleran)
bahkan kepada orang-orang yang memusuhinya dan menyakitinya. Alkisah
suatu ketika Nabi Muhammad pergi
ke Thoif (620 M) untuk menyampaikan da’wah Islam dan disambutnya oleh penduduk
Thoif itu dengan lemparan batu, sampai
ia bersungkur berlumuran darah, ketika kejadian ini diketahui oleh dua orang jin mereka mendekatinya dan berkata, wahai
Muhammad berdo’alah kepada Tuhan agar kami diberi kesempatan untuk membalikkan
negeri durhaka ini dengan izin Allah, tetapi Muhammad tidak mau mengucapkan
do’a demikian, bahkan beliau berdoa :
Artinya
: ” Wahai Tuhanku tunjukilah kaumku, karena mereka
sesungguhnya belum mengerti.”
Pernyataan Nabi Muhammad tersebut sesuai dengan
Firman Allah dalam surat Ali Imron ayat
134 : والعافين عن
الناس Artinya : ” dan
orang-orang yang selalu memberi ma’af kepada manusia.”
KeEnamTidak pernah melupakan jasa orang
lain.
Beliau tidak pernah melupakan jasa orang lain sekecil
apapun yang diterima, baik moril maupun materil, tak pernah dilupakannya selama
hayat, sehingga beliau pernah bersabda :
من يشكر النا س لم يشكر الله Artinya :” Barang siapa yang tidak berterima kasih kepada manusia, maka
ia berarti tidak bersyukur kepada Allah.”
Sebaliknya ia sendiri tidak pernah mengingat-ingat
kembali sesuatu yang telah diberikan kepada siapapun, bagaimana besarpun apa
yang telah diberikannya, ia memberi tanpa pamrih dan jika ia menerima ia
bersyukur kepada Allah S.W.T. dan berhasrat untuk mengembalikan dengan
pemberian yang lebih baik dan lebih benar.
Karena jiwanya murni dan niatnya sangat ikhlas,
maka ia tidak pernah diliputi waswas, karena tidak suka bersenang-senang maka
ia mudah memahami kesulitan orang lain, karena senantiasa sopan santun, maka
sahabatnya senantiasa bertambah dekat dan musuh-musuhnya tidak ada alasan untuk
menjatuhkan, karena gemar hidup sederhana maka ia tidak memerlukan biaya yang
banyak dan kehidupannya menjadi ringan, karena bukan pendendam, maka ia bisa
menerima musuh sebagai sahabat yang baik, dan karena tidak melupakan jasa orang
lain, maka ia tidak pernah membanggakan diri.
Disamping sifat-sifat diatas, ia tidak pernah
berdusta (Sidiq) pandai menyampaikan apa yang perlu disampaikan (Tabligh)
cerdas menanggapi semua persoalan (Fathonah) dan ia dapat dipercaya (Amanah).
Mudah-mudahan menjadi inspirasi dalam berjuang
menghadapi segala macam percobaan di dunia., Amin Ya Robbal aalamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar